Rabu, 09 November 2011

Perempuan yang Baik (Khaerunnisa)

Saat itu saya masih berusia kira-kira 3 tahun lebih, ketika saya bersama alm.nenek menemani Ibu di dalam mobil ambulans. Itulah detik-detik menegangkan bagi keluarga saya, saat Ibu melahirkan putrinya yang kedua. Di kemudian hari saya akui dialah balita tercantik yang pernah saya lihat. belum pernah ada balita yang mempu mengalahkan keindahan matanya, eksotisnya rambutnya yang hitam bergelombang, lipatan kulit kaki mungilnya yang menggemaskan, keimutan bibirnya, dan susunan gigi yang membuatnya tampak manis saat tersenyum. Itulah gambaran kira-kira adik pertama saya saat balita. Pemegang gelar Juara Balita Sehat tingkat RW 14 era 90-an.

Seiring beranjak besar, kami tumbuh menjadi sepasang kakak beradik yang sangat kompak. Pernah suatu hari saat dia duduk di TK nol kecil, saya  menghampirinya yang sedang sekolah di TK yang tidak terlalu jauh dari rumah. Saya mengajaknya untuk diam-diam pulang ke rumah saat dia sedang istirahat. Saya yang kebetulan pada saat itu pulang lebih cepat, sudah tidak sabar bermain dengannya. Alhasil saya pun berhasil mengajaknya untuk "membolos". Kami bermain pasir dan aneka permainan anak kecil lainnya. Kami tumbuh di rumah yang sederhana namun dalam lingkungan yang luar biasa. Masa kecil kami diisi dengan aktivitas yang sangat bervariasi, mulai dari bermain di areal persawahan, memanjat pohon, bermain layang-layang, perang-perangan, beternak ayam-ikan-kelinci-burung, hingga bermain di areal pekuburan. Tidak mengherankan bila hingga kini tumbuh menjadi sepasang kakak beradik yang sangat kompak. Lengob, ob, bolot, dan oneng, adalah sedikit kata - kata panggilan yang menggambarkan kedekatan kami.

Semasa SD, dia adalah siswi yang jauh lebih rajin dari saya. Puluhan trophy kejuaran berhasil dia koleksi. Jauh melebihi saya. Ketekunannya dalam belajar justru menjadi contoh untuk saya. Dalam perkembangannya dia bukan hanya tekun, namun sangat terampil. Bahkan, disaat saya hanya mampu menjadi Juara 5, di usianya yang belum genap 14 tahun dia mampu meraih Juara 2 dalam sebuah kejuaran melukis tingkat nasional. Prestasi yang tidak akan pernah dilupakannya, karena saat itu dia berkesempatan bertemu dengan Ibu Mufida Jusuf Kalla secara langsung. Tidak hanya tekun dan terampil, dia pun termasuk orang sangat tepat waktu. Dia akan mulai marah-marah bila jam 6 pagi saya belum memakai seragam sekolah. Ya, dari SD hingga SMP kami selalu berangkat bersama. Bahkan ketika saya SMA pun masih selalu mengantarkannya berangkat sekolah. Tidak mengherankan bila ada yang bertanya mengapa saya jarang terlambat datang ke sekolah, maka jawabannya adalah karena pagi-pagi sekali saya harus mengantarkan sang adik ke sekolah.
   
Saat menginjak usia remaja, dia merupakan siswa SMA yang sangat ringan tangan. Solidaritasnya luar biasa mengagumkan. Di saat teman-teman lainnya belajar dengan keras untuk  menghadapi ujian semester, dia justru menyisihkan uang jajan dan membelanjakan sebagian besar uangnya untuk membeli sekantong nasi bungkus. Kemudian dia membagi-bagikannya kepada para tukang becak, pengemis, dan gelandangan. Ya, akalnya memang sangat banyak. Tahu bahwa dia mengalami kesulitan belajar, maka dia melakukan pendekatan spiritual untuk memudahkannya dalam ujian. Semasa SMA, dia pun menjadi lebih handy. Bukan rahasia lagi dalam beberapa hal dia lebih terampil dari saya. Dalam hal merawat ternak, dia sangat perhatian. Bahkan sempat saya membujuknya untuk menjadi dokter hewan karena jarang sekali saya temui hewan sakit yang tidak sembuh bila sudah dirawat oleh tangan dinginnya.

Kini dia telah tumbuh menjadi mahasiswa yang sangat mencintai (bila tidak bisa dibilang menjiwai) kuliahnya. Semangat dan ketekunan belajarnya yang sempat menurun di SMA, kembali dia raih. Bahkan saking tergila-gilanya pada tugas kuliah, dia rela berhujan-hujanan pada malam hari, duduk di lampu lalu lintas dan  keluar masuk pasar tradisional hanya untuk membuat puluhan sketsa.Ya, saya terus mendorongnya untuk selalu Live Your Life. Itu sebabnya ketika Bapak dan Ibu mendorongnya untuk masuk Kedokteran Umum, saya justru membujuknya mati-matian untuk masuk Jurusan Seni Rupa. Saya begitu bahagia melihat dia yang seakan menemukan dunianya kembali. Bergelut dengan dunia seni dan :"ilmu tidak pasti" (begitulah saya sering menyebutnya).

Tepat hari ini, usianya genap 20 tahun. Bukan waktu yang singkat untuk menggambarkan kedekatan diantara kami berdua. Semoga dia terus tumbuh menjadi pribadi yang semakin baik dan menjadi kakak yang inspiratif bagi adik-adiknya. Semoga usia yang tersisa makin bermanfaat, dan tentu saja dimudahkan dalam segala urusan.

Selamat milad seorang perempuan yang baik, putri pasangan Endi Suwandi dan Siti Amanah (Essa Khairunnisa Atsani).

Ibu dan adik saya, Nisa.


Keep Learning, Keep Growing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar