Jumat, 14 September 2018

Hitung Mundur, Mulai!

Sama halnya atom yang saling berikatan satu sama lain, manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki ikatan pada sesuatu yang berkesan mendalam di hatinya. Ikatan itu bisa kepada seseorang orang yang memiliki kesan khusus, atau kepada tempat yang berkesan. Bisa berupa rumah kenangan, kampung halaman, atau  tempat sekolah.

Ada pula yang berkesan pada tempat kerjanya yang pertama. Terkesan bisa karena budaya kerjanya, lingkunganya, pengalaman baru, rekan kerjanya atau mungkin remunerasinya.

Sama seperti saya. Belum pernah sekalipun saya pindah perusahaan sejak lulus 7 tahun yang lalu. Di saat beberapa teman saya sudah menjelajah jauh nun disana, saya masih asyik bergelut-berkarya-berkembang di tempat pertama kali saya merasakan pengalaman kerja.

Masih teringat jelas akan kriteria tempat kerja yang saya idamkan sebelum apply, yaitu multinational company, overseas opportunity, global networking access, possibility to move to Cilacap, dan not engineering work *haha. Kriteria satu hingga lima saya raih tidak sampai 2 tahun masa kerja dan disempurnakan di tahun ke 6 bersamaan dengan Preventive Maintenance Engineer Certification, dimana setelahnya praktis global networking makin terbuka lebar. Tinggalah kriteria terakhir yang nampaknya saya sudah mulai berdamai dengannya.

Masih teringat betapa antusiasnya saat menempuh perjalanan untuk seleksi wawancara, bersama-sama menaiki kereta dari Surabaya ke Jakarta. Kemudian lolos wawancara user setelah diberi pertanyaan sederhana, "bagaimana cara penanganan korosi di pabrik semen?". Lalu dilanjut wawancara direktur yang lagi-lagi mendapat pertanyaan sederhana namun dalam, siap bekerja on call? 

Masih teringat saat masih berjaket hijau tanda karyawan pemula. Bercengkerama dengan seorang superitendent produksi yang kelak menjadi area manager, Jamalludin. Interaksi yang sangat akrab, sharing ilmu dan quiz singkat tiap hari, hingga tawaran untuk mengenakan jaket orange-nya selama overhaul, hanya agar bisa memiliki kesan sebagai karyawan tetap di depan para kontraktor saat itu. Dukungan yang luar biasa.

Masih teringat betapa bahagia ditempatkan di kota Cilacap. Berkat doa Ibu yang ingin anaknya kembali ke kota kelahiran, akhirnya tercapai bekerja di kampung halaman. Kemudian berlanjut perjalanan pertama ke luar negeri. Meski hanya ke Vietnam, namun perjalanannya tepat di bulan Ramadhan, not easy at all.

Masih teringat dipindahkan lagi, kali ini ke Tuban. Tak disangka bisa berkesempatan bergabung ke Tuban Project Team. Belajar langsung dengan kumpulan orang terpilih dari internal perusahaan, hingga rekan dari lintas benua dan tentunya lintas budaya. Boss pertama saya super unik dan energik, seorang insinyur yang lebih terlihat sebagai musisi dibanding Engineering Manager. Raul Turcu.

Kemudian proses re-organisasi membawa saya bergabung dengan seorang Canadian Chinese yang lebih pantas dipanggil seorang kakek dibanding Mechanical Construction Lead. Lagi-lagi kesempatan ini membawa saya pada sebuah lingkungan yang dalam sehari-hari banyak mengeluarkan kosa kata dalam bahasa Inggris.

Masih teringat perjalanan kemudian berlanjut dari Tuban Project Team menuju Tuban Operational Team bersama seorang rekan, paklik, mentor berkarir moncer, Muhammad Junaedi. Kami kembali bergeser dari lingkungan proyek menuju ke lingkungan perawatan pabrik.

Pak Haris Chumaedi dan Pak Adi Santosa. Beliau-lah, dua orang yang membuat saya tak berkutik saat wawancara. Meski demikian mereka jugalah yang memberikan saya tiket dan kesempatan untuk mengikuti sertifikasi Preventive Maintenance Engineer

Hingga sudah 7 tahun berjalan, kini berada di tengah tim yang luar biasa, Maintenance Mechanical Dept. Tim di belakang layar yang siap tidak siap harus siap sedia melayani pesanan semua pihak dalam rangka menjaga agar pabrik tetap beroperasi on budget, on time dan on quality. Pak Mustain, Pak Suradi, Pak Nanang, Bu Zahro, Mas Yudi, Mas Henry, Mas Wisda dan semua anggota tim yang terlalu banyak untuk ditulis.

Ini adalah perjalanan kisah dengan begitu banyak ikatan di dalamnya, hingga  rasanya cukup untuk dijadikan sebuah film ataupun sebuah buku novel. Inilah perjalanan saya yang sedang berproses dari fase pemuda menuju fase yang lebih dewasa.

Suka duka menjadi seorang pejuang di perawatan pabrik, mengiringi kisah tumbuhnya keluarga kecil saya, dari awal menempuh hidup baru bersama istri, dilanjut dengan kelahiran anak pertama, bersama membangun rumah, hingga berlanjut saat mendapat tambahan anak kedua.

Kebersamaan selama 7 tahun yang mungkin akan segera berakhir. Sangat cepat,karena inilah potret industri kami saat ini.



Kini saatnya tetap berdoa untuk yang terbaik dan mulai menghitung hari kapan seragam ini akan segera berganti. Bersiap untuk riding the wave of change. Karena siap tidak siap, perubahan akan segera datang. 


Hitung mundur, mulai!

Kamis, 30 Agustus 2018

Fail to Plan - Plan to Fail

Ada sebuah quote yang sangat dalam maknanya, fail to plan - plan to fail. Bila kita gagal dalam membuat rencana, sama halnya kita sedang merencanakan kegagalan kita sendiri.

Dalam banyak aspek dalam hidup kita, kita memiliki domain untuk merencanakan sesuatu sebelum akhirnya, Allah-lah yang akan menentukan, man propose, god dispose. Paduan ikhtiar dan doa.

Begitu pula dalam aktivitas operasional pabrik. Dikatakan sebuah pabrik yang memiliki performa baik, bila indeks NAI, PRI, dan OEE, memenuhi target. Tentu pencapaian itu tidak akan lepas dari performa Maintenance yang efisien. Dimana di dalam maintenance, ada unsur Planner yang merancang dan menjadwal segala aktivitas maintenance hingga terselenggara dengan tertib. Tertib biaya, tertib waktu, dan tepat sasaran.

Sama seperti yang dituliskan Jamil Azzain dalam bukunya, Tuhan Inilah Proposal Hidupku. Demi sebuah kesukesan acara 17-an yang hanya terselenggara dalam hitungan hari. Namun perencanaan dan persiapannya dilakukan berminggu-minggu sebelumnya.

Itu hanya untuk acara 17-an dan sebuah operasional pabrik, perencanaan sesuatu yang sangat serius. Apalagi untuk kehidupan akhirat yang kekal, maka perencanaan hidup atau beken disebut life planning akan menjadi sebuah hal yang perlu kita sikapi dengan sungguh-sungguh. 

Karena kita perlu merencanakan hidup kita agar waktu yang singkat ini bisa lebih bernilai dan bermanfaat atau kalau kata anak gaul yang baru hijrah menyebutnya "berkah".

Hingga kita tidak termasuk orang-orang yang merugi atau menyia-nyiakan nikmat waktu dan kesempatan.

**
Alkisah ada 2 orang sahabat yang sama-sama dirawat di sebuah sakit jiwa, sebut saja Bang Bokir dan Bang Jack. Suatu ketika Bang Jack berkeluh kesah kepada Bang Bokir. Disampaikannya bahwa dia mulai jenuh dirawat di rumah sakit. Setali tiga uang, Bang Bokir pun sudah bosan tinggal di rumah sakit jiwa. Lalu munculah ide untuk melarikan diri. Mereka pun mulai berdiskusi merancang aksinya dan tentu berbagi tugas.

Rencana disiapkan sedemikian rapinya. Disusunnya pula rute melarikan diri hingga detail. Bang Bokir, sebelumnya adalah tukang mekanik, dia ditugaskan untuk menjebol gembok pintu gerbang dan melumpuhkan penjaga. Sementara Bang Jack, sebelumnya adalah tukang listrik, dia ditugaskan untuk menon-aktifkan semua sistem kamera pengintai dan sistem komunikasi.

Hari yang dinantikan telah tiba. Dua orang sahabat yang telah bulat tekadnya untuk meninggalkan rumah sakit jiwa pun mulai melangkahkan kaki. Mereka mengendap-endap dari satu titik ke titik berikutnya. Disusurinya lorong rumah sakit bersama-sama.

Alangkah terkejutnya mereka, sesampainya di dekat pintu gerbang mereka menemukan tak ada penjaga yang bertugas. Pintu gerbang dalam kondisi terbuka lebar. Dicarinya control dan power panel, ternyata listrik pun dalam kondisi mati. Tentu saja tak ada kamera pengintai dan sistem komunikasi  pun tak berfungsi.

Lalu keduanya pun memutuskan tidak jadi kabur sambil menggerutu, "Ah payah, ndak sesuai rencana!"

Mereka pun balik kanan kembali masuk ke dalam rumah sakit dengan jengkel.



Keep Learning, Keep Growing!!

Minggu, 26 Agustus 2018

Adapt and Learn

Di awal masa kerja, saya memiliki seorang teman dekat. Sebut saja Bang Bokir. Kami memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda, baik itu pendidikan, pola pikir, bidang kerja, dan ketertarikan terhadap ilmu agama. Singkatnya, kami didekatkan karena banyak hal dan karenanya kami terbiasa ngobrol dan diskusi segala hal, mulai dari pekerjaan, hobi, dan keluarga.

Suatu hari beliau bercerita pada saya sebuah fase yang (mungkin) banyak terjadi di teman-teman yang memasuki masa kerja 5 hingga 7 tahun. Fase dimana umumnya, seorang lulusan sarjana sudah memiliki posisi yang lumayan baik dari segi ekonomi maupun pekerjaan. Dari segi keilmuan sudah tidak bisa dibilang fresh grad, namun dibilang experience pun tidak bisa semua dibilang senior, tergantung bidang yang digeluti.

Pada fase ini umumnya kita mulai melihat teman-teman sekampus yang melaju lebih jauh atau menanjak lebih tinggi. Menariknya, fenomena ini tidak memiliki korelasi sebanding dimana teman yang prestasi kuliahnya jauh lebih baik akan menjamin karirnya pun lebih baik. Sebagaimana korelasi regangan tegangan pada daerah elastis suatu benda kerja.

Karena selepas lulus, semua memiliki titik awal yang sama untuk sukses di tempatnya masing-masing. Tempat kerja tentu saja akan berbeda, karena seusai kuliah bekal yang dibawa untuk mendapatkan pekerjaan praktis hanya nilai IPK dan kepribadian. Pengalaman? Saya yakin pengalaman terbesar selain keterampilan berorganisasi, adalah menyelesaikan tugas kuliah dan ujian, baik tugas akhir maupun ujian semester.

Jadi tidak akan mengherankan bila kemudian muncul teman-teman yang semasa kuliah dulu dikenal biasa saja, namun di masa kerja yang sama sudah memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak. Dibanding saya, banyak sekali teman-teman di luar sana yang melaju  di depan saya.

Saya pernah terlibat di cement plant greenfield project. Tapi di seberang ujung timur Indonesia sana, ada teman saya sudah terlibat jauh di Tangguh LNG project. Saya pernah diutus untuk mengikuti kursus singkat di luar negeri, tapi di negeri matahari terbit sana, ada dua teman saya yang sedang menjalani penugasan dari perusahaannya untuk disekolahkan lagi. Salah satu darinya adalah teman yang sering telat bareng dan lupa naruh HP di warkop. Belum lagi yang di belahan benua sebelah, ada banyak teman yang sudah dan sedang mengejar master degree-nya. Ada seorang yang kala di asrama dulu tertinggal di bahasa Inggris, bahkan kelulusannya tertunda karena TOEFL, kini dia sedang menyelesaikan program doctoral-nya di negeri asal Doraemon.

Saya pernah diutus pula beberapa hari untuk business trip di luar negeri, sementara itu seorang teman teater saya sudah beberapa minggu ini keliling eropa untuk business trip. Saat ini saya mendapat penempatan sebagai maintenance mechanical engineer  di sebuah perusahaan semen, sementara di sudut kota Mojokerto gerombolan teman-teman saya yang ketika kuliah lebih banyak di bengkel ketimbang di laboratorium, justru sedang sibuk membesarkan perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang manufaktur dan rekayasa industri. Mereka melakukan riset dan produksi mesin dengan sentuhan khas mereka, Mekatronika.

Dalam kesehariannya, saya sering melakukan improvement study  untuk meningkatkan performa mesin, di saat yang sama di kota pahlawan terdapatlah seorang teman saya yang ketika kuliah lebih sering memberikan privat les untuk memenuhi  kebutuhan kuliah, kini sering menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan proyek studi berkelas nasional.

Hingga kini, saya masih tertatih-tatih untuk istiqomah menulis blog, sementara di saat yang sama teman satu dosen wali, teman yang pernah sama-sama masuk buku 25 mahasiswa inspiratif, kini sudah hidup dengan menulis dan menerbitkan buku-buku inspiratif. Dia Ahmad Rifa'i.

**
Well pada akhirnya kita mesti sadari bahwa kita hidup dengan garis edar masing-masing, dimana kesuksesan kita tidak selalu apple to apple dengan yang lain. Sama halnya membandingkan Presiden Trump dan Presiden Obama, dimana diantara keduanya meraih kursi presiden di saat usia yang berbeda. Presiden Trump berusia 71 tahun, sementara Obama 38 tahun. Namun bukan berarti yang satu otomatis lebih baik dibanding yang lain, karena mereka berdua memiliki milestone-nya masing-masing.

Kita memiliki medan juang dan tantangan yang unik dibanding satu sama lain. Meski demikian selalu ada ruang untuk kita terus beradaptasi dan belajar agar tetap mampu bersaing dan berprestasi di lajur kita masing-masing.

Karena kita, menurut Bang Bokir, memiliki kemampuan adapt and learn.


Keep Learning, Keep Growing!!