Minggu, 14 Februari 2016

Essay Prolead ALITS 2016

Bismillahirahmannirohim

Kedua orang tua memberi saya nama Essa Abubakar Wahid. Saya dilahirkan pada tanggal 19 Juni 1988. Cilacap (Jawa Tengah) adalah kota di mana saya lahir dan dibesarkan. Semua jenjang pendidikan saya tempuh di Cilacap kecuali perguruan tinggi. Pada tahun 2006, saya  meneruskan kuliah di ITS Jurusan Teknik Mesin.

Semasa kuliah, saya mengikuti beberapa kegiatan organisasi baik tingkat jurusan maupun institut. Di internal jurusanTeknik Mesin, saya tergabung dalam LDJ Ash Shaff dan Club Pers Dimensi.  Sementara untuk kegiatan Himpunan Mahasiswa Mesin, saya aktif sebagai pemandu LKMM pra TD, LKMM TD dan trainer Advanced Leadership Training.

Di tingkat institut, saya aktif sebagai anggota dan pengurus Kopma dr.Angka ITS. Bergabung pada tahun 2006 sebagai anggota, saya mulai dipercaya menjadi pengurus di tahun 2008 sebagai Asisten  Direktur Bid PSDA (Pengembangan Sumber Daya Anggota). Hingga pada tahun 2009 saya mendapat amanah sebagai Direktur Utama. Pada tahun 2010 saya diangkat sebagai Pengawas Kopma dr.Angka ITS.

Selama rentang waktu 2008-2010, saya juga memperoleh beasiswa dari Total EP Indonesie dan Yayasan Pengembangan SDM IPTEK.  Kedua beasiwa ini memberi saya kesempatan untuk bergabung dalam komunitas yang kondusif untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Segala keterampilan yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin masa depan, baik itu menulis, berbicara di depan pubik, hingga memimpin organisasi, semuanya diasah dan digembleng dalam atmosfer yang saling mendukung satu sama lain.

Setelah lulus kuliah di tahun 2011 dengan IPK 3.36, saya diterima di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang industri semen sebagai peserta program GDP.  Selama satu tahun pertama, saya mempelajari A to Z business process yang dikerjakan oleh PT Holcim Indonesia.

Seusai program GDP pada pertengahan 2012, saya melanjutkan program pendidikan di Vietnam selama 1 bulan. Setelah itu, saya ditempatkan di Tuban Project  Team sebagai area mechanical engineer. Tanggung jawab saya meliputi engineering review, tendering, construction, hingga test-comm.  Saya terlibat di pembangunan auxiliaries facilities, maintenance workshop facility, warehouse, quarry facility, hingga logistics and jetty fire protection system.

Seiring berakhirnya Tuban Project, pada awal tahun 2015 saya dipindah-tugaskan ke  Tuban Operational Team. Hingga kini saya bergabung di Maintenance Dept. sebagai Mechanical Engineering Support. Tanggung jawab saya meliputi modification, Root Cause Failure Analysis, support Mechanical Area SI, dan realisasi CAPEX. Area pekerjaan saya mencakup Raw Mill-Kiln Tuban 2, Finish Mill and Dispatch, dan industrial water system.

Di sela rutinitas sebagai engineer, saya meneruskan  hobi menulis blog, membaca buku tentang people development, dan tergabung dalam beberapa komunitas. Hal ini membuat saya memiliki lingkungan yang kondusif untuk tetap berkembang sekaligus meraih keseimbangan dalam hidup.

Saya bergabung dalam komunitas OWOP (One Week One Paper) untuk menunjang saya agar dapat menulis lebih konsisten. Saya juga tergabung dalam komunitas Kelas Inspirasi Tuban dimana saya terpanggil untuk menyebarkan optimisme dan inspirasi kepada generasi yang lebih muda untuk terus berjuang menempuh pendidikan tinggi.

Menurut saya, keberhasilan pembangunan sebuah bangsa dapat  dilihat dari peradaban masyarakatnya. Inilah yang mendorong saya untuk aktif juga di kegiatan sosial keagamaan, karena agama hadir untuk menata manusia dan membangun peradaban mulai dari elemen terkecil, yaitu pribadi, keluarga,masyarakat, hingga tingkat yang lebih tinggi, negara. Oleh sebab itu, saya juga tergabung dalam komunitas Youth of Tuban, dimana agenda besarnya adalah mengajak sebanyak-banyaknya pemuda untuk sama-sama tumbuh dan berkembang sebagaimana yang telah ditunjukkan jalannya di dalam Quran dan Hadits.

Saya yakin bahwa bangsa ini terlalu besar untuk dibangun oleh satu-dua orang. Anak-anak bangsa yang memiliki potensi dan perhatian yang sama untuk bangsa, perlu berkumpul bersama, sharing ideas, transfer knowledge dan menyatukan energi untuk sama sama tumbuh sebagai satu kekuatan yang lebih besar. Inilah alasan saya untuk mengikuti Prolead ALITS 2016.

Terima kasih.


Keep Learning, Keep Growing!!


Jumat, 05 Februari 2016

MU dan Prof Shahab

Manchester United (MU) dan final Champions League 1999.  Dua hal yang saling menggambarkan satu sama lain, yang pertama adalah sebuah klub besar dari daratan Inggris dan satunya adalah kisah dramatis dalam sejarah sepak bola dimana MU berhasil mengalahkan Bayern Munchen. Semua cerita itu meninggalkan kesan yang tak terlupakan hingga 16 tahun kemudian.

Persistence dan determinasi pemain MU selama 90 menit menginspirasi saya sampai hari ini.
2 gol dari Ole Gunnar Solkjaer Gol Solkjaer dan Teddy Sheringham masih terasa magisnya hingga kini. Keberanian Peter Schmeichel untuk maju sampai memasuki area Kahn, hingga momen David Beckham mengambil tendang penjuru pun masih terngiang-ngiang di benak saya. Saya masih ingat teriakan bapak saya di dini hari. Karena itulah momen dimana saya dan bapak pertama kalinya menyaksikan sepakbola berdua (saja) di tengah malam.

Saya adalah satu dari jutaan orang yang lumayan setia mengikuti berita tentang MU di media massa. Tapi saya belum bisa dibilang fans berat, karena saya jarang menyaksikan pertandingan MU di televisi, apalagi kalau pertandingannya lewat tengah malam. 

Saya pernah memiliki beberapa kostum MU. Sewaktu SD, bapak membelikan saya kaos MU bernomor punggung 19 milik Dwight Yorke. Sekarang yang ada tinggal kostum milik Javier Chicarito dan kostum kiper seperti yang dipakai David De Gea. Inipun belum bisa membuat saya otomatis menjadi fans berat, karena saya tidak terlalu hafal pemain-pemain MU saat ini.

Saat saya masih SMP dan SMU, beberapa poster David Beckham, Paul Scholes, dan Ruud Van Nisterrooj terpasang rapi bersama poster Juventus dan Valentino Rossi di kamar saya. Inipun belum cukup membuat saya dibilang pendukung garis keras. Karena saya tidak terlalu sedih bila MU kalah, dan tidak ikut jemawa bila MU menang.


***
Saya punya banyak teman dengan idolanya masing-masing dan jauh lebih fanatik daripada saya. Menonton pertandingan, baik secara langsung atau lewat televisi, wajib hukumnya. Koleksi segala pernak-pernik tentang klub adalah hobi yang lumrah. Berita dan gosip adalah buruan utama saat berselancar di dunia maya. Bila bertemu dengan teman yang berbeda idola, berbalas ejekan adalah hal yang biasa. Apalagi kalau tim mereka atau idola mereka baru saja saling berduel dan saling mengalahkan.

Pada level tertentu, dukungan terhadap idola diwujudkan dalam bentuk adu balas komentar di lini massa. Apapun yang dilakukan oleh sang idola adalah hal yang harus terus dibela. Kalaupun ada yang salah, dicari sudut pandang sedemikan sehingga sang idola pun bisa "dianggap" benar.

Saya teringat pesan Prof.Abdullah Shahab saat kuliah. Beliau juga memiliki sedikit ketertarikan akan sepak bola. Namun ketertarikan itu hanya dalam konteks olah raga atau permainan, tidak sampai menjadi pendukung fanatik. 

Bahkan hanya untuk seekedar menonton pertandingan sepak bila, beliau pun sangat selektif. Beliau hanya akan menonton tim yang permainannya enak dilihat. Saat itu, tahun 2008, beliau menyebut MU sebagai tim yang enak ditonton. Itupun kalau pertandingannya tidak dini hari. Menurut beliau, untuk apa kita sampai bangun dini hari hanya untuk menonton sepakbola kalau ibadah kita di pagi hari menjadi lalai.

Inilah yang sering terjadi di antara kita. Kita begitu mengidolakan sesuatu mati-matian hinga rela mengorbankan banyak hal. Sayangnya, kebanyakan dar kita sendiri bukanlah orang yang dikenal oleh idola kita. Saat kita care dengan idola kita, belum tentu mereka care dengan kita. Saat kita sedih karena idola kita kalah, apakah mereka juga ikut merasa sedih saat nilai Perencanaan Eksperimen* kita dapat C? Begitu kira-kira uraian beliau.

Dalam urusan dunia, kita perlu mengambil titik kesimbangan dalam mendukung sesuatu. Jangan sampai energi kita habis hanya utk mendukung atau membela sesuatu yang belum tentu berbalas dan belum tentu benar.

Kita perlu memfokuskan diri menjadi "pemain" atau "aktor" ketimbang hanya menjadi "pendukung". Mari saling mengingatkan untuk terus menyibukkan diri dengan karya, dibanding fokus hanya memandang orang lain berkarya (ini tamparan untuk saya pribadi :p).


Keep Learning,Keep Growing!!

*Perencanaan Eksperimen adalah salah satu mata kuliah Teknik Mesin yang diampu oleh Prof. Abdullah Shahab

Kamis, 28 Januari 2016

Cerita Pasca Menikah #13 : I am the lucky one

Saat kecil, saya bukan tipikal anak yang bisa fokus dan duduk diam. Tak ada hari yang tak dilewati Mama saya kecuali rasa was was dan cemas atas tingkah saya.

Beliau tanpa lelah terus mencari cara supaya saya bisa diam. Setidaknya diam untuk beberapa saat. Pencarian terus dilakukan hingga ditemukanlah minat saya saat itu.

Saat kecil saya suka melukis, tapi tak pernah benar-benar bisa melukis. Saya lebih banyak membuat coretan abstrak di dinding ketimbang menggambar bentuk yang baik dan benar.

Oleh karenanya saya dimasukkan ke dalam sanggar melukis, supaya bisa melukis dengan benar.

Selama hampir 4 tahun menimba ilmu di sanggar melukis, saya belajar banyak hal. Tapi semua itu masih tak cukup membuat saya benar-benar bisa melukis.

Selama periode itu pula saya berulang kali mengikuti perlombaan melukis dan beberapa kali terpilih menjadi yang terbaik. Pencapaian inipun tidak membuat saya serta merta menjadi seorang pelukis yang benar. Prestasi dalam kejuaraan melukis tidak lebih karena selera juri yang "kebetulan" pas dan cocok dengan hasil karya kita. Saya menyebutnya keberuntungan.

Setelah berhenti dari sanggar lukis, aktivitas melukis pun jauh berkurang. Hanya momen momen tertentu saja saya akan melukis. Meski demikian, kecintaan saya akan seni lukis belumlah pudar. Beberapa kali saya datang dan menikmati pameran lukisan. Saat itulah saya seolah-olah merasakan kembali sebuah rasa yang telah lama hilang.

Berulang kali saya mengunjungi pameran lukisan, berulang kali pula saya ingin kembali melukis. Karena melukis bagi saya bukan hanya melulu bercerita tentang sebuah karya seni.

Tapi lebih dari itu, aktivitas melukis membuat saya bisa menghadirkan memori dan kenangan manis tentang kasih sayang seorang Mama  yang ingin anaknya bisa duduk diam dan menghasilkan karya.

Hingga akhirnya terbersitlah harapan untuk memiliki partner hidup yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama, melukis. Seseorang yang saya harapkan memiliki kemampuan melukis dan berkarya jauh lebih baik dari saya. Karena saya ingin partner yang bisa membimbing anak saya (kemungkinan sama seperti saya, tidak bisa diam) untuk melukis dengan baik dan benar.

Alhamdulillah, Allah menganugerahkan seorang istri yang jauh melebihi ekspektasi saya. Bukan hanya bisa melukis, tapi juga lulus dari perguruan tinggi dengan jurusan yang berhubungan dengan seni.

**
Selang beberapa waktu, kami pun diberi amanah seorang bayi laki laki. Kini si bayi tanpa terasa telah 22 bulan menemani hari hari kami. Tingkah polahnya tak jauh beda dengan saya. Tak bisa diam dan selalu membuat was-was.

Hingga suatu ketika, kami sedang beres-beres rumah saat saya menemukan seperangkat alat lukis yang telah lama tersimpan dan lama tidak digunakan. Ini adalah alat lukis yang saya simpan sejak SMA. Sementara istri saya pun menyimpan alat yang sama sejak kuliah.

Saat itu juga muncul ide dari kami untuk mengenalkan alat lukis tersebut kepada sang anak. Bisa ditebak, dia sangat menyukainya. Seketika duduk diam di depan kanvas, diambilnya palet dan dituangkannya cat acrylic. Tangannya kemudian mulai beraksi meraih kuas.

Setelah dioleskan di pallet yang berisi cat, digoreskanlah kuas tersebut ke kanvas. Tak ada kesan ragu-ragu, hanya keberanianlah yang terlihat di tiap goresannya. Itulah pertama kalinya momen-momen kami mendampingi anak sekaligus melukis bersama di atas kanvas.

Saya mengenal kuas dan kanvas di usia 15 tahun. Istri saya pun mungkin tak jauh beda. Sementara anak saya mengenalnya di usianya yang belum genap 2 tahun.

Yah, kesamaan hobi dan pandangan akan melukis, membuat kami berdua begitu mudah mengenalkannya pada anak. Semoga dia tumbuh jauh lebih baik dari kami berdua.

How lucky I am to have a partner like you my dear.


Keep Learning, Keep Growing!!

Jumat, 15 Januari 2016

Liburan Tematik Akhir Tahun (Bag.1)

Saya percaya bahwa kualitas seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam memanfaatkan setiap peluang yang ada di sekelilingnya. Baik peluang dalam bentuk waktu, kesempatan, maupun tantangan.

Berbicara tentang kemampuan memanfaatkan peluang menjadi hal hal yang produktif, saya teringat akan seorang trainer Jamil Azzaini.Beliau menginspirasi saya melalui tulisannya yang bercerita tentang liburan tematik untuk keluarganya.

Pak Jamil dan keluarganya merumuskan sebuah konsep liburan yang produktif dan inspiratif untuk kemudian disepakati bersama. Inilah yang mengilhami saya untuk membuat agenda liburan sejenis.
Bagi saya, liburan semacam ini memiliki multiple effect. Selain bertujuan untuk release stress dan penat, liburan tematik memberi kita tambahan ilmu, inspirasi, dan pengalaman baru.
 
Setelah berdiskusi dengan keluarga (ibu dan istri), tercetuslah sebuah ide liburan tematik akhir tahun. Kami membuat konsep liburan untuk adik dan kedua sepupu saya. Tema besar liburan tematik kali ini adalah pengenalan umum tentang kehidupan kuliah di Surabaya. Kebetulan mereka masing-masing sudah menginjak kelas 3 SMP dan 2 SMA. Tidak lama lagi mereka akan meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ini semacam napak tilas perjalanan pribadi saya di kota pahlawan, Surabaya.Ya, memang inilah yang ingin saya bagi kepada mereka. Harapannya, mereka bisa mengambil banyak pelajaran dan insight baru untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang.

Bagi saya, di usia remaja seperti ini mereka perlu dikenalkan akan banyak hal. Mereka perlu melakukan berbagai aktivitas positif yang mendatangkan banyak inspirasi. Inilah awal dari sebuah fase dimana mereka memiliki banyak energi untuk berkarya. 

Semoga liburan ini memberi mereka banyak gambaran tentang kehidupan pasca sekolah. Saya berharap mereka memiliki mimpi dan semangat yang tinggi untuk meneruskan pendidikan ke jenjang kuliah.

Bersambung.

Wefie di House of Sampoerna Surabaya



Keep Learning, Keep Growing!

Kamis, 07 Januari 2016

Keluar Zona Nyaman atau Memperluas Zona Nyaman?

"Keluar dari Zona Nyaman"  quote yg sudah tidak asing bagi kita. Di berbagai kesempatan, mulai dari pelatihan motivasi, artikel di media masaa, training entrepreuner, hingga buku-buku pengembangan diri, kalimat tersebut seperti mantra andalan yang menyihir banyak orang.

Sebetulnya, saya baru mulai mengenal rangkaian kata tersebut saat pertama kali merantau di tahun 2006. Terbiasa dengan hidup yang serba "ada" saat bersama keluarga, seketika berubah saat itu. Tak ada orang tua, tak ada sanak famili, hanya saya seorang. Simply no more comfort zone. Itulah masa transisi dalam hidup saya.


Kondisi tidak nyaman ini membuat saya mau tak mau harus terus "bergerak". Persis seperti filosofi orang belajar bersepeda. Kita harus pandai menjaga ritme antara terus mengayuh pedal, menahan laju, dan menjaga keseimbangan as well.

Bermodal habit yang sudah dibangun orang tua sejak kecil. Berbekal segudang nasihat, petuah, dan sedikit "kiriman" dari orang tua. Tidak lupa kemampuan berkomunikasi dan menjalin relasi dengan orang lain. Perpaduan semua itu, membuat saya berani memulai babak baru dalam hidup.

Petualangan itu saya mulai dengan menata ulang aktivitas keseharian. Hal ini tercermin, salah satunya, dengan mencari tempat tinggal (kost) yang dekat dengan tempat ibadah. Kost yang dekat dengan tempat ibadah merupakan tempat yang istimewa. Minimal kita selalu diingatkan untuk sholat wajib 5 waktu. Makin sering berjamaah, makin sering bertemu orang-orang yang istimewa. Terutama karena merawat solat berjamaah.

Selanjutnya membangun "jaringan". Keterampilan untuk membina relasi membuat "lingkaran" saya makin luas. Demi memuluskan pencapaian kesuksesan, saya fokus mengelilingi diri dengan orang-orang yang sejalan dengan tujuan saya. Lingkaran itu saya bangun mulai dari teman-teman satu kampung di rantau, kakak-kakak satu kos, dan tentu saja teman-teman satu kampus. Seiring berjalannya waktu, keikusertaan di beberapa organisasi kemahasiswaan juga menambah luas jaringan yang saya miliki.

Berada di tengah-tengah jaringan yang kondusif, membuat saya seperti berada di sumber energi yang tidak ada habisnya. Setiap interaksi yang terjadi di dalamnya tak lain adalah proses saling menginspirasi dan saling menguatkan. Hingga kecil kemungkinan saya terjebak dalam kubangan "kegalauan" yang berlarut-larut.

Slow but sure, jaringan ini membawa saya ke dalam sebuah zona nyaman yang baru. Sama halnya dengan sebagian besar teman saya yang merantau. Kita sama-sama keluar dari zona nyaman pada awalnya. Kemudian dengan proses adaptasi yang tidak mudah, ada yang berhasil menemukan zona nyaman yaang baru, ada pula yang gagal membangun zona nyamannya. Karena yang diperlukan bukan hanya keberanian untuk keluar dadi zona nyaman. Tapi kemampuan untuk membuat zona nyaman baru.

Pada akhirnya, bukan "keluar dari zona nyaman"-lah yang menjadi tujuan akhir. Namun kegigihan untuk terus berjuang "memperluas zona nyaman"-lah yang akan membawa kita berprestasi dalam level yang lebih tinggi lagi.


Bersambung

Keep Learning, Keep Growing!!

Sabtu, 02 Januari 2016

Pria Bule Berkaos Mettalica Itu...

Jumat 1 Januari 2016.

Hari ini saya ada janji dengan seorang teman lama. Seusai sholat jumat, saya meluncur dari masjid manarul ilmi ITS menuju sebuah minimarket di depan kampus UPN Surabaya. Saya hubungi teman tsb dan menunggu di dalam mobil.

Saat sedang menunggu di mobil, saya melihat dari kejauhan seorang pria bule berkaos hitam sedang asyik minum di dalam kedai minimarket. Pria tsb tak terlalu jelas dari luar.

Saya sedang membuka HP ketika istri saya kemudian bergumam "Wah bulenya pake kaos Mettalica tapi celananya nyunnah (diatas mata kaki)".Saya baru benar-benar tertarik (kepo) utk lihat ke arah si bule ketika istri saya kembali bergumam. "Wah istrinya (si bule) pake jilbab syari' (jilbab lebar).

Kali ini saya benar2 terkejut. Awalnya tak ada yg istimewa dari si bule. Typical bule seperti boss saya dulu. Berambut pirang. Berbadan tinggi. Hobi memakai kaos rock (Mettallica).

Saya dan istri benar2 kaget (sekaligus kagum). Kami melihat dia keluar dari minimarket bersama istrinya (dari wajahnya, org Indonesia) dengan busana Islami (bahkan mgkn lbh Islami dibanding kami). Dengan beberapa bekas tatto yg masih terlihat di tangannya, besar kemungkinan si bule adalah seorang mualaf.

Alhamdulillah, Allah ingatkan saya satu pelajaran yg sangat berharga melalui  si bule. Ini pelajaran tentang bagaimana penampilan luar membangun image.

Sebagian org mengatakan "dont judge the book from its cover". Saya sepakat bahwa seringkali kita tidak bisa menilai semua hal ttg seseorang hanya dari penampilan luar. Awalnya, hanya karena si bule memakai berkaos metallica, kami mengira beliau cuma bule biasa.

Di sisi lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa persepsi dibangun dalam 20 detik pertama (atau bahkan kurang). Inilah letak challenge kita.

Saya setuju bahwa akhlak, aqidah, dan nilai ibadah kita, tak akan pernah dapat dinilai hanya dari pakaian. Tapi, dari cara kita berpakaian, kita bisa mensyiarkan keislaman kita.

Selain mengikuti sunnah rasul, berpakaian yg Islami adalah upaya kita yang plg mudah untuk memasyaratkan dan membangun image yang baik tentang Islam, sekaligus menepis image buruk yang selama ini banyak mengarah ke Islam.

Last but not least. Bila benar beliau adalah seorang mualaf, teriring doa dari saya supaya beliau beserta keluarganya terus istiqomah dalam memegang ajaran Islam.

Dan untuk kita yang lebih dulu memeluk dien ini, terucap doa supaya kita tak kalah semangat dari saudara kita yg mualaf dalam meningkatkan iman dan mengikuti sunnah2 Rasul.

Keep Learning, Keep Growing!!