Jumat, 11 November 2011

Impian dan Doa Hari Ini Menentukan Siapa Kita di Masa Depan

Banyak fase dalam kehidupan saya yang ditentukan oleh dua hal, yaitu mimpi dan doa. Mimpi atau impian, hal ini yang seakan menjadi kompas atau penunjuk arah, menuntun saya untuk mengambil langkah-langkah dan keputusan strategis dalam hidup. Doa, impian tanpa doa tidak ubahnya mengharap hujan di musim kemarau. Ibu saya adalah sosok paling penting dalam perjalanan hidup saya selama 23 tahun terakhir. Karena doa beliau lah saya yang berasal dari kota terpencil di bagian selatan pulau Jawa, berkesempatan berjabat dengan seorang menteri, memperoleh berbagai macam beasiswa, hingga bertemu dengan pemimpin tertinggi negeri ini, RI 1.

Pada awalnya, seperti kebanyakan anak-anak usia SD di kampung saya, tidak pernah terbersit di pikiran saya untuk memiliki mimpi yang muluk-muluk. Kami hanya menghabiskan waktu di sawah, lahan kosong, dan areal pemakaman umum. Ibu saya-lah yang kemudian menjadi pembeda. Tiap waktu, entah itu seusai makan bersama, pulang dari masjid, atau setelah membimbing saya belajar, beliau selalu berujar "A'i besok ke Jakarta". Selalu dan selalu, Ibu saya selalu mengucapkan kalimat itu. Semakin lama semakin terdengar seperti mantra yang kurang afdol bila sehari saja tidak keluar dari mulut beliau. Hingga suatu hari, dalam sebuah lomba mata pelajaran untuk siswa SD, saya terpilih sekolah untuk berpartisipasi dalam mata pelajaran seni lukis.
Perlombaan ini dimulai dari tingkat Kecamatan, tingkat Kabupaten, hingga tingkat Nasonal. Tingkat Kecamatan dan Kabupaten saya lalui dengan predikat Juara 1. Kemudian saya pun melenggang ke tingkat Provinsi, kali ini saya berhasil memboyong trophy Juara 2. Hingga di suatu sore, datang guru saya ke rumah, mengabarkan bahwa saya terpilih untuk mewakili Jawa Tengah dalam lomba yang sama di tingkat Nasional. Terkabul!! terkabul doa Ibu saya selama ini. Bagi keluarga saya,Jakarta bukanlah kota yang akrab. Keluarga besar kami mayoritas berdomisili di desa. Tentu saja bisa berpergian ke kota besar, terlebih tanpa biaya sendiri, membuat kami menjadi sangat bangga. Kebanggaan kami berlipat karena saya pergi ke Jakarta bukan hanya untuk berlibur, lebih dari itu saya membawa nama baik keluarga, sekolah, kecamatan, kabupaten, hingga nama baik Provinsi Jawa Tengah. Saya berkesempatan untuk berjabat tangan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Juwono Sudarsono.Momen bertemu dengan seorang menteri seakan-akan menyihir saya untuk lebih berani memiliki impian dan lebih berani menatap masa depan.

Prestasi itu menambah keyakinan Ibu saya untuk lebih banyak berdoa dan bermimpi yang macam-macam. Serentetan prestasi yang saya raih pun tidak lepas dari doa beliau. Entah prestasi yang murni karena bidang keahlian saya ataupun prestasi di bidang lain. Bayangkan, saya bukanlah seorang siswa yang duduk tenang mendengarkan guru. Saya bukan pula tipe siswa yang rajin mengerjakan PR jauh-jauh hari. Saya adalah tipe siswa yang tidak bisa diam, selalu berulah entah itu yang membuat tertawa teman-teman atau bahkan guru. Namun Ibu saya justru berdoa supaya anak-anaknya menjadi siswa teladan!!
Ajaib!! Sangat ajaib!! Doa Ibu kembali di dengar, kali ini doa yang sebenarnya ditujukan untuk sang adik, justru terkabul pada diri saya. Tanpa seleksi yang ketat, tanpa tahapan tingkat Kabupaten, saya dan seorang teman terpilih untk mewakili SMA 1 Cilacap. Resmilah kami sebagai pasangan  menjadi siswa tedalan dari Kab.Cilacap. Sejak saat itu saya menjadi sangat yakin bahwa doa seorang Ibu sangat mudah untuk dikabulkan.

Prosesi menerima trophy dan berjabat tangan dengan banyak orang penting, seakan menjadi candu bagi saya untuk terus berprestasi. Saya menjadi sangat bersemangat untuk bermimpi, lagi-lagi ini karena dorongan Ibu saya. Suatu hari saat sayamasih menjadi siswa SMA, dalam sebuah renungan, saya bertekad bahwa bila di usia SD saja mampu berprestasi dan bertemu seorang menteri, maka sebelum menyandang gelar sarjana saya harus berprestasi dan bertemu dengan presiden republik ini. Selain itu, bila di usia SD saja mampu menembus pergaulan nasional, maka di kemudian hari saya pun harus mampu menembus pergaulan internasional.

Sekali lagi dengan iringan doa Ibu saya, beberapa tahun setelah renungan itu, saya memperoleh sebuah kesempatan langka, mengikuti Pemilihan Pemuda Penggerak Koperasi Jawa Timur 2009. Perlombaan yang mengingatkan saya tentang doa Ibu kepada adik saya utnuk menjadi seorang Puteri Indonesia. Namun lagi-lagi harus terkabul pada diri saya. Saya begitu asing dengan perlombaan ini, saya harus menampilkan cara bicara dan berkomunikasi yang baik, berjalan ala model, dan aktivitas lainnya seperti dalam pemilihan Puteri Indonesia. Alhamdulillah, pada akhirnya saya pun meraih Juara 2, membawa nama baik keluarga besar Kopma dr.Angka ITS, nama baik ITS, dan Kota Surabaya. Di kemudian hari, berkat prestasi inilah saya tidak hanya berkesempatan berjabat tangan dengan Gubernur dan Wagub Jawa Timur, lebih dari itu saya pun berkesempatan bertemu dengan orang paling penting di negeri ini, RI 1. Saya berkesempatan bertemu dengan beliau dalam sebuah perayaan Hari Koperasi Tingkat Nasional di Surabaya. Setidaknya mayoritas gubernur se-Indonesia, para menteri, dan pejabat penting lainnya duduk bersama saya dalam acara tersebut.

Kisah saya terus belanjut hingga kini. Apa-apa yang saya impikan perlahan semakin mendekati kenyataan. Selepas kuliah, Ibu menginginkan saya kembali ke Cilacap. Beliau ingin merawat saya sehubungan dengan kecelakaan yang pernah saya derita tahun lalu. Kecelakaan kecil pada kepala yang membuat saya sempat kehilangan ingatan. Beliau khawatir pada jangka panjang akan timbul efek yang tidak diinginkan. Saya sempat harus berdebat panjang, saya kekeuh tidak ingin merintis karir di Cilacap, karena saya telah memiliki impian lain sebelumnya. Hingga akhirnya, baik saya dan Ibu terus berdoa. Dan lagi-lagi Alloh Maha Pemurah menunjukkan kekuasaan-Nya. Saya diterima dalam Graduate Development Program sebuah perusahaan multinasional yang salah satu plant nya berada di Cilacap. Saya memiliki kemungkinan untuk memenuhi ekspetasi Ibu sekaligus berkesempatan pergi ke luar negeri dan menembus pergaulan internasional.

Kini, setelah impian-impian yang dulu telah mendekati kenyataan. Saya kembali harus merenung dan banyak bertanya dalam diri, What's Next? Apa yang saya lakukan agar mimpi yang menjadi kenyataan bisa bermanfaat bagi orang lain? Lalu apa selanjutnya yang harus saya ambil? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Karena jangan sampai keadaan sekarang membuat terlena, mengingat apa yang saya raih adalah barulah mimpi semasa SMA. Sejak kuliah hingga kini, saya pun masih memiliki banyak impian yang harus saya susun, saya update dan saya rencakan dengan rapi dalam sebuah life plan. Terlebih ketika saya telah menikah suatu hari nanti. Karena menikah bukan hanya menyatukan dua insan berbeda secara fisik, namun menyatukan banyak impian yang telah melekat sebelumnya. Tentu saya sangat terbantu bila kelak partner hidup saya selalu memacu untuk terus bekerja keras mewujudkan impian-impian kami.

Oleh karena itu, saya masih harus banyak merenung, bertanya pada diri sendiri, berdoa, berdiskusi dengan orang-orang terdekat dan tentu saja memohon restu seorang Ibu. Karena saya sangat yakin apa yang kita raih hari ini, merupakan hasil impian dan doa di masa lampau, sedang impian dan doa pada hari ini, akan menentukkan siapa kita di masa depan.


Keep Learning, Keep Growing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar