Selasa, 13 Agustus 2019

Menjadi Bapak (2)

Bagi saya, ada yang sedikit berbeda di Idul adha tahun ini. Bukan karena pertama kalinya ikut membantu prosesi penyembelihan hewan kurban di Tuban. Tapi ada di "rasa" yang jauh lebih dalam masuk ke hati *doakan mudahan terus meningkat.

Berawal dari aktivitas membacakan buku cerita ke anak sebelum mereka tidur. *thanks to istri tercinta Ummu Azka yang memenuhi rak buku dengan kisah para Nabi. Saya seperti refresh lagi tentang kisah-kisah para Nabi.

Well, dari sekian banyak kisah dan buku yang saya ceritakan ke anak, entah bagaimana kali ini saya banyak terkesan dengan penggalan penggalan kisah Nabi Ibrahim. Tak hanya dari buku yang saya bacakan untuk anak, beberapa rekaman kajian ustadz Khalid B, Ust Adi H, para imam sholat shubuh, dan murabbi, membuat saya makin terbawa jauh ke meresapi kisah beliau. Banyak kisah yang menunjukkan betapa luar biasa sosok beliau, utamanya sebagai ayah.

Penggalan kisah yang sukses membuat saya termenung adalah saat Nabi Ibrahim dikaruniai anak setelah bertahun-tahun menantinya. Atas perintah Allah, Nabi Ibrahim kemudian membawa istrinya, Siti Hajar, serta anaknya yang masih bayi menelusuri perjalanan jauh dari palestine menuju tempat antah berantah yang kelak dikenal sebagai kota Mekkah.

Dalam beberapa riwayat ada yang menyebutkan beliau berjalan kaki, ada juga yang menyebutkan mengendarai onta. Bagi saya keduanya tidak mengurangi kekaguman saya akan ketaatan yang luar biasa seorang hamba terhadap perintah sang khalik.

Kemudian setelah tiba di tempat yang hanya berupa lembah di tengah padang pasir, atas perintah Allah jugalah Nabi Ibrahim kemudian meninggalkan Siti Hajar dan bayi Ismail. Ya ditinggalkan di tempat yang mungkin jika diqiyaskan kondisi saat ini, manusia modern menyebutnya sebagai place of nowhere.

Dialog keduanya selanjutnya sangat menyentuh saya. Saat Siti Hajar diceritakan bertanya kepada Nabi Ibrahim "Apakah kamu rela meninggalkan kami di tempat ini?".

Nabi Ibrahim tidak bergeming.

Kemudian diceritakan Siti Hajar kembali bertanya, "Apakah ini perintah Allah?".
Maka Nabi Ibrahim menjawab, "Ya".

Respon Siti Hajar setelahnya membuat saya sukses tertegun. Saat Siti Hajar membalas, "Kalau begitu, Allah pasti tidak akan menelantarkan kami".

Saat saya membaca dialog ini, ada 2 bocah di samping kanan kiri saya menggelayut manja dan Ibunya di seberangnya. Ini adalah bagian cerita yang sangat menyentuh saya. Dalam sekali.
Betapa kita manusia modern, jikalau dihadapkan pada situasi tersebut belum tentu memiliki kekuatan yang sama untuk meninggalkan istri dan anak di tempat yang jauh dari sinyal HP, tidak ada tanda tanda minimarket, atm, dan fasilitas lainnya, terlebih anak yang ditinggal adalah sosok yang kehadirannya telah dinanti begitu lama. Belum tentu juga kita mampu setegar dan seteguh Siti Hajar dengan keimanan yang luar biasa yakin akan kekuasaan dan kekuatan Allah yang tidak akan menelantarkannya.

Kita manusia modern seringkali merasa menjadi  orang yang paling menderita di muka bumi hanya dengan ujian kecil macam anak rewel, pulang telat, dinas jauh ke luar kota, listrik mati, wifi mati, air mati, jaringan selular drop, paket internet habis, AC mati, mobil mogok, dan lain sebagainya.

Kisah selanjutnya saat Nabi Ibrahim kembali datang setelah bertahun-tahun meninggalkan anak dan istrinya, juga sukses membuat saya terkagum kagum. Salah satu episode dimana Nabi Ibrahim yang oleh Allah diingatkan tentang janjinya dulu. Janji yang terucal saat berqurban, jangankan hewan jikalau punya anak dan diperintahkan untuk diqurbankan, dia pun akan menjalankannya.
Pergulatan batin yang begitu keras hingga diabadikan dalam bentuk sunnah berpuasa tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah dan wukuf di Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah, serta berpuasa Arafah bagi yang tidak menunaikan ibadah haji.

Kemudian, dengan iman yang kuatlah beliau mengajak berbicara ihwal mimpi tersebut ke anak yang dicintainya. Ismail pun tanpa ragu merespon agar ayahnya melaksanakan perintah Allah.
Cerita ini tidak akan pernah merasuk sampai ke dalam hati saya, jikalau saya belum memiliki anak. Setelah menjadi bapak, saya dapat merasakan betul betapa hubungan Nabi Ibrahim dan Ismail dibangun diatas pondasi keimanan yang sangat kokoh. Maka sosok selanjutnya yang berperan penting adalah ibunda Siti Hajar yang sukses membesarkan Ismail menjadi pribadi yang sholeh.

Betapa ketidakhadiran Nabi Ibrahim selama bertahun-tahun secara fisik tidak mempengaruhi kualitas hubungan Bapak dan Anak. Hal ini yang kemudian membuat saya berpikir dalam. Kita ini yang dikaruniai nikmat  waktu begitu banyak bersama anak, apakah sudah terbangun hubungan Bapak dan Anak fully blended, hingga keimanan keduanya tumbuh dengan baik.

Maka selanjutnya sebagai manusia modern, saya sedikit malu dengan konsepsi quality time. Dimana pada kenyataanya kita memiliki banyak waktu, atau menyempatkan waktu bersama anak, namun sia-sia karena tidak berkualitas momen tersebut. Umumnya karena kehadiran kita tidak mampu masuk ke dalam alam atau frekuensi sang Anak. Di sinilah kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar dalam membesarkan Ismail harus kita teladani.

Alhamdulillah. Dua penggalan kisah Nabi Ibrahim tersebut sukses masuk meresap ke dalam hati saat saya sudah berposisi sebagai bapak. Di sisi lain, saya teringat dengan salah satu bagian dari tulisan Ust.Salim A Fillah dalam buku Lapis Lapis Keberkahan. Diceritakannya surat Al Fatihah sebagai surat pembuka dalam Al Quran. Di dalamnya disebutkannya doa agar kita ditunjukkan jalan yang "lurus", sebagaimana orang orang yang telah diberi nikmat, bukan jalan orang orang yang dimurka oleh Allah.

Maka di surat-surat selanjutnya kita akan menemukan begitu banyak kisah-kisah inspiratif dari para Nabi yang seharusnya menjadi referensi kita dalam menjalani berbagai peran dalam hidup ini. Baik sebagai orang tua, anak, dan atau peran lainnya.

Hingga saat kita sampai pada QS At Tahrim ayat 6, kita akan menemukan perintah yang semestinya menjadi refferensi dalam membentuk sebuah visi dan diturunkan kembali dalam bentuk berbagai misi sebuah keluarga.

Perintah itu berbunyi :
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 

Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk terus mengambil begitu banyak pelajaran dalam kisah kisah para Nabi agar tetap masuk ke dalam jalan yang "lurus", sebagaimana orang orang yang telah diberi nikmat oleh Allah.

Wallahu 'alam.

Keep Learning, Keep Growing!

Minggu, 21 Juli 2019

Menjadi Bapak (1)

Bagi saya, salah satu bagian tersulit dalam hidup adalah menjadi bapak yang baik. Selama sekolah tidak ada mata pelajaran atau mata kuliah khusus yang membahas bagaimana menjadi orang tua yang baik.

Semua ini kita jalani learning by doing. Karena memang akan sangat terasa tuntutan menjadi bapak setelah kita memiliki anak. Kita dituntut banyak hal, salah satunya quality time yang cukup dengan anak.

Banyak yang mengatakan bahwa membiasakan membacakan dongeng atau cerita sebelum tidur bisa mendekatkan dengan anak. Namun kenyataanya, saat membacakan buku cerita justru saya yang sering tertidur dahulu sebelum Azka tidur.

Saya pernah juga mencoba untuk mengajaknya belajar bersama. Saya siapkan buku sekolahnya, diajaknya Azka untuk duduk bersama, dan terbayanglah momen anak tekun dan memperhatikan. Kenyataannya, hanya 2 menit duduk lalu berlarian ke sana kemari atau baru buka halaman 1 langsung loncat ke halaman-halaman berikutnya. 

Saya coba lagi dekati melalui hobinya, menggambar. Awalnya, Azka minta saya untuk menggambar. Okelah, saya menggambar sesuai permintaan, berharap dia kemudian mencontoh dan menggambar sendiri. Kenyataannya selesai satu gambar, dia minta lanjut ke gambar lainnya dan selanjutnya dan selanjutnya.

Sebenarnya kalau urusan gambar, istri saya jauh lebih yahud. Sering saya kalau sudah give up dan lelah, saya gambar saja mesin-mesin pabrik. Bukan apa-apa, karena memang saya tidak se-jago istri saya untuk membuat gambar yang sesuai usia anak, apalagi gambar non mahluk hidup.

Blessing in disguise, justru dari hal-hal atau aktifitas yang berbau mesin/mekanik saya bisa lebih mudah menarik perhatian anak saya. Karena saya pun juga bukan ahli dongeng/fabel,  maka saya lebih sering cerita tentang mesin. Bukan agar Azka mengikuti jejak saya di teknik, tapi karena itulah bahan cerita yang paling mudah saya bagikan.

At the end, semoga di waktu yang terus berjalan, usia Azka yang terus tumbuh dan berkembang, saya punya banyak kesempatan untuk terus membersamainya melalui quality time yang cukup. Kesempatan untuk memainkan peran sebagai bapak yang memiliki kewajiban luar biasa dalam mengarahkannya menjadi pribadi yang lebih baik.

Karena semakin Azka tumbuh besar, saya harus siap berbagi waktu dan perhatian Azka dengan sekelompok anak yang hampir tiap sore kompak teriak di luar pagar rumah.

"Assalamualaikummmmm...Azkaaaaaa!!!!"

*ah Time flies so fast.

Keep Learning, Keep Growing!

Rabu, 03 Juli 2019

Cerita Pasca Ramadhan : Sepeda Azka

Ramadhan tahun ini saya dan istri menjanjikan
reward sepeda baru untuk Azka jika ikut berpuasa selama 30 hari.

Meski baru kuat sampai dhuhur dan sahur yang kadang on time kadang malah mirip sarapan, at least he learn a lot during last Ramadhan.

Minggu kemarin, finally, kita ajak Azka ke salah satu toko sepeda. Kita carikan sepeda dengan harga yang sesuai budget. Lalu kita biarkan Azka memilih.

Singkat cerita dipilihlah sepeda type BMX berwarna merah. Lalu kita bawa pulang langsung dengan sepeda motor.

Lalu dimulailah petualangan baru bersama si sepeda.

Hari pertama langsung dipakainya keliling. Tidak mudah awalnya, karena memang kita carikan sepeda yang agak besar, sehingga dia kesulitan menyeimbangkan sepeda. Bolak balik jatuh. Saya semangatin terus, agar jangan menyerah.

Hari kedua sepulang kerja, Azka laporan bahwa siang tadi jatuh di tetangga sebelah dan cerita kalau dia bersama temannya perbaiki sendiri sepedanya.

Saya tidak terlalu serius menanggapinya sampai istri saya cerita yang sebenarnya. Azka bongkar cover rantai sendiri, lalu pasang kembali rantainya yang lepas, sementara temannya (anak teman saya, good boy) memegangi sepedanya.

Alamak..Abimu dulu 5 tahun masih nangisan  dan sering nangisin anak orang.

Kmmudian malam itu menjadi malam yang penuh rengekan Azka, meminta saya untuk memberi oli di rantai lah, untuk mengecek sepedanya lah, and so on. Karena setelah diperbaiki siang tadi, masih ada yang noise di sepedanya.

Hari ketiga. Pagi hari, as promised night before, saya mengecek sepedanya yang masih noise. Aha..ini sprocket belakang kurang kencang, Azka sangat antusias. Sementara saya mencari tools di kunci, eh Azka sudah dapat kunci untuk buka cover rantai.

Saya kalah cepat.

Finally solved masalah noise sprocket belakang. But he wants more. Dilepaslah part part yang menurutnya kurang pas dilihat. Dibongkarlah cover roda dan aksesories roda. Dibilangnya bikin jelek (moteji-mau tepok jidat).

Well hari itu berlanjutnya acara berputar-putar dia dengan sepedanya.

We realized that may he'd just demonstrated his deepest passion in doing such mechanical work. To be honest, we don't force him to do something  like  that. We only facilitated him to explore his strength.

I guess it come from his Grandfathers gen, not me..hehe. Anyway doa saya dan istri, agar Azka tetap tumbuh jadi anak sholeh dan bermanfaat untuk ummat.

Semoga sepedanya berkah nak.

Love you

Abi&Ummi

Keep Learning Keep Growing!!

Rabu, 26 Juni 2019

Cerita Pasca Menikah : Me-manage Me Time

Me time. Sebuah kesempatan  untuk melakukan aktivitas yang disukai. Bisa bentuknya hobby bersama teman, atau aktivitas sendiri yang bisa memfasilitasi aktualisasi diri.

Sebenarnya baru mengenal istilah ini dari istri saya. Walaupun saya telah mempraktikannya sejak sekolah. Saya biasanya me time dalam bentuk bermain sepakbola/futsal atau mengikuti  kegiatan organisasi.

Setelah menikah, memang tidak seleluasa seperti sebelumnya. Ada hati yang harus dijaga  agar manajemen waktu bisa seimbang. Karena terlalu banyak me time pun justru akan membuat kita nampak egois.

Jalan tengahnya, kita membuat kesepakatan. Kita saling berbagi waktu berapa lama dalam seminggu yang bisa digunakan untuk me time. Atau sesekali saya ajak untuk ikut saya me time, lihat saya main futsal misal. Though it doesn't always work. Karena saya lebih sering dibully daripada dipuji olehnya. Sigh.

Nah, setelah lahir anak pertama variabelnya makin bertambah. Kini ada 2 sosok yang harus "diopeni". Makin challenging. Lahir anak kedua. Wow double combo. Maka skala prioritaskan kita terapkan di semua aktivitas.

Aktivitas yang tidak terlalu memberi added value digeser dulu. Aktivitas yang bisa didelegasikan, ya dicarikan orang lain untuk dikerjakan. Hobi yang menyita waktu dan tidak bisa "disambi", ya dikurangi. Apalagi yang menguras doku. Stop.

Sebaliknya aktivitas yang bisa dilakukan bersama sama, diperbanyak dan dirutinkan. Karena aktivitas seperti ini bisa menambah bounding, selain bisa melepas penat.

Misal berkebun dan cuci mobil bersama, atau main bola berdua, even kita ke masjid bersama saya manfaatkan untuk momen me time bersama anak, sambil kita bercerita atau memasukkan value-value keislaman.

Bahkan saya beberapa kali manfaatkan cuti untuk me time dengan keluarga di rumah. Seperti halnya awal minggu ini. Saya bergantian dengan istri untuk me time dengan anak. Karena anak saya sekarang dua, maka kami bergiliran jaga satu dan lainnya.

We made a list of any activities which cover must do, fun, simple, and of course enhance the bounding. We went to market, car free day, florist, our new friend cafe and resto (tropicana green).

Sedangkan di rumah, saya dan anak pertama refurbish sepeda roda tiga yang sudah 2 tahun tidak dipakai agar bisa dinaiki si bungsu. Lalu kita keliling di sore hari bertiga bersama.

Istri saya pun menyempatkan hampir setengah hari hanya bersama si sulung, karena selama ini dirasa lebih banyak menghabiskan waktu dengan si bungsu. Maka diajaklah si sulung berkeliling dari toko donat hingga reflexy massage. Sementara saya bersama si bungsu di rumah. Every body was happy.

As a couple we need to keep supporting each other, should get better everyday. As a parent we need to take care the children full heartedly. The at the end we elevate our value of "me time", since our family time is now our new me time.

Keep Learning, Keep Growing!!

Sabtu, 22 Juni 2019

Cerita Pasca Menikah : Malam Minggu Yang Lama Takkan Terulang

Istri saya mengandung anak pertama saat usia pernikahan menginjak kira kira 8 bulan. Saat itu, kami masih bisa menikmati momen momen malam minggu dengan santai di tempat makan, jalan-jalan ke mall, dan aktivitas lainnya as a couple.

Kemudian setelah lahir anak pertama, maka saat itulah kami menghabiskan banyak waktu tak lagi berdua, namun bertiga.

Maka tak banyak momen-momen seperti sebelumnya. Tak ada ceritanya duduk duduk santai menikmati kopi atau nongkrong. Tak ada lagi cerita berduaan ke sana ke mari dengan santai.

Situasi berubah menjadi "momong" anywhere-anytime. Beragam scene yang diwarnai dengan tangisan, rengekan, ngamukan khas anak kecil, aksi "pethakilan" tingkat dewa, umek tak berujung, tantrum tak berkesudahan, kita sudah kenyang! Belum lagi bila drama melibatkan anak lain ataupun orang tuanya. Complete! hehe.

Well, inilah fase yang harus kita lewati as a couple. Fase yang berawal dari mengandung, lanjut menggendong, lalu mengandung lagi sambil menggandeng yang besar, dan seterusnya hingga pada akhirnya mereka tumbuh dewasa.

This is phase which makes us as couple to learn by ourselves, since there was not set up yet at our formal education curriculum. We need to learn by sharing w/others, reading many books, googling, and of course by DOING.

This is a phase which I'm sure no body wants to fail. All of us want to see they grow. We don't want to miss this moment. A moment that only come once a life. Tidak akan pernah terulang. Karena semakin lama anak akan semakin besar dan dewasa, sementara kita di waktu yang sama makin tua dan lemah.

Inilah fase dimana banyak pengorbanan dan energi diperlukan. Oleh karenanya, pengingat untuk kita dan saya (terutama), untuk selalu sabar,sabar, dan sabar. Karena kita selalu berharap padaNya agar kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa.

رَبَّنَا هَبۡ لَـنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعۡيُنٍ وَّاجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِيۡنَ اِمَامًا‏

[Our Lord! Grant us that our spouses and our offspring be a joy to our eyes,and do make us the leaders of the God-fearing. Al Furqan-74]

Keep Learning, Keep Growing!

Rabu, 19 Juni 2019

31 tahun!

Hari ini 30 tahun yang lalu saya genap berusia 1 tahun. Tak banyak yang bisa saya ingat. Selain cerita orang tua jikalau saya tak "doyan" ASI. Lebih banyak saya meminum susu sapi

Hari ini 20 tahun yang lalu saya genap berusia 11 tahun. Hal terbesar yg paling teringat adalah kesempatan pertama saya bepergian ke Jakarta. Berkumpul bersama anak-anak seluruh Indonesia dalam Lomba Mata Pelajaran SD tingkat Nasional.

Hari ini 10 tahun yang lalu saya genap berusia 21 tahun. Hal indah yang paling saya ingat selain aktivitas di kampus Mesin ITS, adalah tinggal dan berkumpul bersama mahasiswa dari seluruh ITS dalam sebuah program beasiswa SDM Iptek dan aktivitas di Kopma Dr Angka ITS.

Semua perjalanan dan pencapaian tersebut bermuara pada hari ini,dimana atas rahmat Allah SWT saya mencapai hari dimana usia saya genap 31 tahun.

Hal indah yang harus banyak saya syukuri adalah keberadaan "keluarga".

Kehadiran istri yang sangat perhatian membuat saya menjadi paham betapa "perhatian" guru atau dosen killer 10-20 tahun yang lalu, sangat bermanfaat untuk saya saat ini. Saya sudah terbiasa,ups.

Kehadiran 2 anak laki laki yang sangat aktif membuat saya betul betul sadar, betapa kedua orang saya dahulu sangat sabar dan luar biasa penyayang. Now I can feel what they feel 30 years ago. Hehe.

Anyway,  keberadaan mereka membuat saya makin terpacu untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Love You!(makan2 yuk)

Dan pada akhirnya kehadiran orang-orang di sekeliling saya, baik di tempat kerja, lingkungan rumah, dan komunitas lainnya, membuat saya makin bersyukur akan kemurahan Allah SWT.

Pada hakikatnya kita hidup bukan menambah usia, namun menunggu sisa usia yang makin lama makin habis.
Mudah mudahan kesempatan usia yang tersisa makin barokah hingga bisa bersama-sama menuju jannah Nya bersama keluarga dan orang orang di sekeliling kita yang tercinta.

Keep Learning, Keep Growing!!