Sumber : http://teknologi.vivanews.com |
Suatu ketika dalam sebuah sesi di LKMM TD Teknik Mesin (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar), seorang pemandu bercerita kepada kami tentang kisah seekor kutu loncat. Berikut ini saya ceritakan kembali dengan bahasa saya sendiri.
Kutu loncat adalah serangga kecil yang merupakan anggota suku Psyllidae. Serangga ini hidup dengan memakan cairan tumbuhan, sehingga beberapa jenisnya dikenal menjadi hama berbahaya. Di alam bebas kutu loncat memiliki kemampuan untuk melompat sejauh 200 kali dari panjang tubuhnya sendiri.
Suatu ketika si kutu loncat ditangkap dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak korek api yang memiliki ruang sangat terbatas selama sebulan. Si kutu loncat pun meloncat-loncat di dalam kotak korek api.
Setelah sekian lama, si kutu pun dikeluarkan dari kotak korek api. Kemudian tahukah apa yang terjadi? Kutu loncat pun meloncat-loncat seperti halnya kebanyakan kutu loncat. Hanya saja, setelah dimasukkan ke dalam kotak korek api, si kutu hanya mampu meloncat setebal korek api. Berkali-kali ia mencoba meloncat, tetap saja hanya mampu meloncat setinggi tebal kotak korek api. Jauh berbeda saat sebelumnya mampu meloncat hingga 200 kali tinggi badannya.
Cerita tersebut mengingatkan saya akan sebuah project kecil yang saat ini diamanahkan kepada saya. Beberapa hari ini hingga 2 minggu ke depan, saya mendapatkan amanah untuk mempelajari dan mengawasi perbaikan sebuah Electrostatic Precipitator (EP). Sebagai informasi, ini adalah sebuah equipment penangkap debu yang lazim digunakan oleh pabrik semen ataupun pembangkit listrik. Untuk lebih lengkapnya bisa klik disini.
Hal ini tentu saja akan menjadi pengalaman pertama saya mengawasi sebuah pekerjaan (di bidang engineering) yang memiliki scope of work yang cukup besar.
Saat pertama kali mendapatkan list item pekerjaan yang harus dilakukan, sesaat saya berpikir "Waduw iso ora iki (Waduwh bisa tidak ya?). Jangankan membayangkan detail pekerjaannya, pengetahuan saya tentang EP pun masih sangat minim. Sebenarnya banyak alasan untuk menyerah dan menolak. Mulai dari alasan bahwa pengetahuan saya tentang EP yang belum cukup memadai, sampai alasan bahwa EP tidak pernah diajarkan di bangku kuliah.
Kemudian saya pun teringat kisah kutu seperti diatas. Mampu tidaknya kita melakukan sesuatu sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh persepsi dan keyakinan kita. Bila alam bawah sadar kita menyatakan kita tidak bisa, selamanya pun tidak akan pernah bisa. Karena belum juga kita mencoba, kita sudah terkungkung dan terkekang oleh pikiran dan alam bawah sadar kita sendiri.
Saya pun berusaha keras lepas dari ketakutan dan segala kekhawatiran yang mampu membelenggu keyakinan saya. Prinsip Bonek (Bondo Nekat : Modal Nekat) pun saya ambil. Tanpa malu, saya pun tanya kesana kemari. Tak kenal itu karyawan, ekspert/ahli, hingga kontraktor yang mengerjakan pekerjaan tersebut. Perlahan saya pun mulai menemukan sisi-sisi yang menarik dari pekerjaan ini. Saya mendapat banyak kenalan baru, ilmu baru, dan tentu saja pengalaman baru. Kini meski harus lelah dan pulang malam, saya sangat menikmatinya.
Seringkali kegagalan terletak di awal. Saat kita mengklaim bahwa kita pasti tidak bisa, ini tidak mungkin, saya pasti gagal, dan premis negatif lainnya. Sebenarnya kita bisa melakukan segala macam hal, bahkan yang mustahil sekalipun. Namun seringkali kita terbelenggu oleh keraguan dan keyakinan negatif yang kita ciptakan sendiri. Oleh sebab itu, dimanapun kita beraktivitas, apapun jenis aktivitasnya, dan kapanpun kita beraktivitas, mari kita kuasai diri kita terlebih dahulu. Tancapkan keyakinan bahwa kita pasti bisa.
Dengan usaha yang keras dan disertai doa yang sungguh-sungguh, Insya Alloh tidak ada halangan yang tidak bisa kita lewati. Sekali lagi, jangan biarkan diri kita menjadi kutu loncat yang bernasib seperti kisah diatas. Yakinlah bahwa kita pasti bisa, Bisa Bisa Bisa!
Keep Learning, Keep Growing!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar