Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah R.A, ia berkata :
"Seseorang pernah datang kepada Rasulullah, lalu bertanya :
'Wahai Rasulullah. siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?'
Beliau menjawab : 'Ibumu.'
Orang tersebut bertanya : 'Lalu siapa lagi?' Beliau menjawab : 'Ibumu.'
Orang tersebut bertanya : 'Lalu siapa lagi?' Beliau menjawab : 'Ibumu.
'Orang tersebut bertanya : 'Lalu siapa lagi?' beliau menjawab : 'Bapakmu."
Sejak kecil hingga kini dewasa, kita diajarkan untuk selalu menghormati orang tua, terlebih Ibu. Ibu merupakan sosok yang sangat spesial, seperti digambarkan dalam sebuah hadits yang menyebutkan bahwa surga di bawah telapak kaki Ibu. Kini setelah tumbuh dewasa, kita tidak hanya cukup belajar bagaimana menghormati dan menyayangi Ibu, lebih dari itu kita mulai dihadapkan pada sebuah tuntutan untuk menghadirkan sosok Ibu seperti apakah yang kelak akan menjadi figur yang dihormati oleh anak-anak kita.
Saya tertarik mengangkat topik ini setelah membaca sebuah status di akun FB milik teman saya. Dia menulis "Apakah buruk bekerja sebagai full ibu rumah tangga untuk seorang wanita yang bergelar ST?". Di era seperti sekarang ini, sulit rasanya menemukan perempuan dengan tittle pendidikan tinggi yang hanya beraktivitas di rumah. Mulai dari alasan ekonomi hingga kesetaraan gender, banyak wanita yang akhirnya bersama kaum pria berkecimpung di dunia kerja.
Ada yang perlu diluruskan mengenai cara pandang yang keliru tentang arti penting pendidikan. Kita menuntut ilmu, sekolah tinggi, bukan hanya untuk mendapatkan ijazah, bukan hanya untuk mencari pekerjaan. Orang menuntut ilmu tidak lain tidak bukan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan memperluas pilihan dalam hidupnya. Selain itu, dengan wawasan dan pola pikir yang dimilikinya, seorang Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi secara logika akan mampu mendidik anaknya relatif lebih baik dibanding ibu lainnya.
Kini banyak perempuan dengan tittle pendidikan yang tinggi dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu mengejar karir atau mengurus anak, meski tidak sedikit pula yang bisa menggabungkan keduanya. Bagi saya, satu hal yang harus dipegang oleh seorang Ibu yaitu dia harus mampu tampil menjadi sosok yang menginspirasi anak-anaknya kelak. Oleh karenanya, apapun profesinya selama halal dan tidak mengurangi kualitas perhatian dan kasih sayang kepada keluarga dan anak-anaknya, saya pasti akan mendukungnya.
Saya sendiri tidak sepenuhnya sepakat bila seorang wanita dengan latar pendidikan tinggi hanya menghabiskan waktu untuk aktivitas rumah tangga. Saya yakin dengan wawasan, cara pandang, dan ilmu pengetahuan yang mumpuni, seorang perempuan bisa melakukan aktivitas extra mile di rumah, entah itu menulis, beraktivitas sosial atau bahkan mengelola sebuah bisnis. Karena sebagaimana manusia normal, seorang perempuan membutuhkan ruang untuk mengaktualisasikan dirinya. Namun hal ini juga bukan berarti saya mendukung seratus persen seorang perempuan untuk menghabiskan pagi hingga larut malam untuk bekerja. Aktivitas seperti ini tentu saja akan menyita waktu untuk keluarga dan anak.
Saya percaya masih banyak yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan untuk menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Bukan tugas yang ringan memang, namun bukan pula hal yang sulit selama ada kerja sama dan pengertian yang baik di antara suami dan istri.
.. I would like to ensure that either my wife or I really deserve to be inspirative figures for our sons/daughters. (Whether they’ll be inspired to be Mech.Engineer or Visual Designer, Job Seeker or Job Creator, Public Speaker or Writer, Corrosion Engineer or Illustrator, and even Managing Director or Managing Editor).
Keep Learning, Keep Growing!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar