Beberapa hari terakhir ini saya banyak memperoleh pelajaran yang berharga. Diawali dari kisah junior saya (bukan mahasiswa desain) yang sedang merintis bisnis desainnya. Saya cukup memahami pasar/market yang dituju olehnya. Namun karena harga yang dipatok sangat murah, sehingga bagi sebagian orang (terutama sesama desainer) hal ini mengesankan pekerjaan desain adalah sesuatu yang kurang berkelas. Akhirnya sang junior tersebut pun sempat menjadi perbincangan yang cukup hangat (dan panas) di antara mahasiswa desain di kampus saya.
Tidak lama kemudian muncul masalah pembajakan logo ITS oleh sebuah perusahaan asal Rusia. Setelah dikonfirmasi oleh pihak ITS, perusahaan Rusia tersebut pun terkejut. Karena selama ini merasa bahwa logo yang dibeli dari sebuah perusahaan desain tersebut belum pernah ada yang memiliki. Terlebih saat gagal menghubungi kembali perusahaan si pembuat desain, perusahaan Rusia pun semakin yakin ada yang tidak beres dengan desain logo yang telah dibelinya. Hingga mereka pun meminta waktu 1 – 2 minggu kepada ITS untuk mengganti existing logo mereka.
Saya jadi teringat kuliah Prof. Abdullah Shahab yang membahas tentang pentingnya filsafat ilmu. Setiap ilmu pengetahuan pun memiliki filosofinya masing-masing. Ada cabang ilmu pengetahuan yang berkarakter "proses", "logika", "kreasi", "inovasi", dan lain sebagainya. Namun tidak semua orang (mulai dari tingkat sekolah menengah hingga perguruan tinggi) mampu meresapi filosofi dari ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Karena untuk meraihnya, tidak hanya butuh kecerdasan semata, namun juga passion yang benar-benar tinggi.
Di era teknologi informasi yang semakin pesat, kita sangat dimudahkan dalam mempelajari sesuatu hal. Keberadaan situs mesin pencari, situs ensiklopedia, hingga situs yang bersifat komunitas, telah membuat kita mudah untuk mengakses segala macam bentuk informasi. Bila kita ingin belajar tentang korosi, kita tinggal ketik “korosi”, maka dalam hitungan detik situs mencari pencari akan menampilkan ribuan bahkan jutaan situs yang mengandung informasi tentang korosi.
Namun sekali lagi kemajuan teknologi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi memberikan manfaat, di sisi lain teknologi juga tak lepas dari weakness. Kemudahan mendapatkan informasi tidak lantas membuat serta merta kita menguasai filosofi sebuah ilmu pengetahuan. Orang bisa saja mempelajari dan mengetahui jenis-jenis korosi. Kita pun bisa dengan mudah menemukan teknologi untuk melindungi sebuah alat dari korosi, tapi tidak semua orang paham bahwa korosi bukan untuk “dicegah/dihilangkan”, namun “dikendalikan”. Jadi concern-nya adalah mengendalikan korosi melalui proses pengendalian reaksi antara logam dengan lingkungan sehingga memudahkan manusia dalam melakukan preventive/predictive maintenance.
Hal yang sama pun terjadi pada desain. Desain bukan hanya sesederhana kita bisa mengoperasikan software desain visual atau tidak. Bukan pula sekedar bisa menggambar atau melukis. Namun lebih dari itu, sebuah desain yang terlihat sederhana, justru lahir melalui serangkaian proses berpikir, analisa, dan sintesa yang tidak mudah. Bahkan di setiap bentuk, warna, dan corak pada logo, mengandung nilai filosofis yang bisa jadi sangat dalam. Tidak heran bila harga yang dipatok untuk sebuah logo bisa mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Itu sebabnya, selayaknya-lah kita saling mengingatkan untuk terus saling menghargai kecakapan/keahlian/keterampilan seseorang. Tidak ada profesi atau keahlian yang lebih baik atau lebih buruk, namun yang ada adalah saling mendukung dan melengkapi. Karena bila sudah begitu, tidak ada lagi harga yang dianggap terlalu rendah untuk sebuah hasil karya, tidak akan muncul lagi bajak-membajak, yang ada tinggalah new invention, continous improvement atau new innovation.
Keep Learning, Keep Growing!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar