..Semua orang bisa marah-itu perkara mudah. Tapi untuk dapat marah pada orang yang tepat dan kadar yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk tujuan yang tepat dan dengan cara yang tepat – tidak semua orang dapat melakukannya dan itu bukanlah hal yang mudah...
Kutipan kalimat diatas mengingatkan saya kepada Guru BK semasa SMA. Alkisah beliau sangat kewalahan menangangi kebandelan saya dan ke empat teman lainnya.Meski saat itu kami berada di kelas unggulan, namun bukan jaminan kalo kami semua siswa kalem dan pendiam. Kami disebut sebagai pembuat onar yang selalu membuat beliau marah
Saat beliau menyampaikan quote tersebut, hampir tak ada dari kami yang mampu memahami makna sebenarnya. Hingga pada akhirnya saya memahami bahwa marah yang beliau lakukan tidak hanya sekedar melampiaskan emosi, lebih dari itu beliau juag membantu kami dalam pembentukan karakter.
**
Berlanjut ke bangku kuliah saya mengenal lebih dalam tentang hukum kekekalan energi, dimana
Energi mekanik sendiri dapat diuraikan menjadi persamaan berikut
Sehingga , bila persamaan 2 disubstitusikan ke persamaan 1 akan menghasilkan
Lalu bagaimana korelasinya?
Marah saya lihat sebagai bentuk energi, bisa berupa energi kinetik bila marah tersebut dapat membawa impact yang membuat seseorang berbuat sesuatu yang baik. Di sisi lain, marah hanya akan menjadi losses bila marah hanya akan membuat situasi menjadi lebih buruk. Dan suasana hati yang emosional dapat dikatakan sebagai energi potensial, potensi utk diubah menjadi energi kinetik dan atau hanya terbuang menjadi losses.
Saya yakin sepenuhnya, setiap manusia dikaruniani kemampuan untuk marah sebagai bentuk ekspresi emosionalnya. Hanya saja setiap orang memiliki perbedaan dalam memanage seberapa besar marah itu menjadi energi positif (energi kinetik) atau terbuang menjadi energi negatif (losses). Banyak contoh yang menunjukkan bagaimana marah dapat menjadi energi positif. bagi penggemar MU, tentu tidak asing dengan karakter keras Sir Alex Ferguson yang terus memarahi pemainnya di kamar ganti bila mereka tidak menjalankan instruksinya. Contoh lain adalah bagaimana Bung Tomo mampu mentransform sisi emosionalnya terhadap bala tentara sekutu menjadi energi kinetik untuk membakar semangat dan menggerakaan arek2 Suroboyo untuk berperang melawan sekutu.
Selanjutnya saya sangat yakin kita pun dianugerahi kemampuan untuk memanage sisi emosional tersebut. Ketika suasana hati kita diliputi emosional yang besar, berusahalah tetap berpikir jernih. Bila memang memungkinkan, hindari untuk mengambil keputusan penting saat hati sedang emosional. Saat saat sepulang kerja,dimana psikis dan fisik sangat lelah, setelah seharian bergelut dengan tugas kantor atau saat pre menstruation syndrome bagi seorang perempuan. Kesalahan dalam berucap, bertingkah laku, atau bercanda, berpotensi mendatangkan persoalan yang lebih buruk.
Pesan saya, untuk diri saya khususnya, mari terus belajar bagaimana mentransform kemarahan sebagai ekspresi emosional menjadi energi kinetik yang dapat membawa manfaat untuk diri sendiri maupun orang-orang di sekeliling kita.
Keep Learning, Keep Growing
Kutipan kalimat diatas mengingatkan saya kepada Guru BK semasa SMA. Alkisah beliau sangat kewalahan menangangi kebandelan saya dan ke empat teman lainnya.Meski saat itu kami berada di kelas unggulan, namun bukan jaminan kalo kami semua siswa kalem dan pendiam. Kami disebut sebagai pembuat onar yang selalu membuat beliau marah
Saat beliau menyampaikan quote tersebut, hampir tak ada dari kami yang mampu memahami makna sebenarnya. Hingga pada akhirnya saya memahami bahwa marah yang beliau lakukan tidak hanya sekedar melampiaskan emosi, lebih dari itu beliau juag membantu kami dalam pembentukan karakter.
**
Berlanjut ke bangku kuliah saya mengenal lebih dalam tentang hukum kekekalan energi, dimana
Energi Mekanik 1 = Energi Mekanik 2 + Losses....(1)
Energi Mekanik = Energi Potensial + Energi Kinetik.....(2)
Energi Potensial 1 + Energi Kinetik 1 = Energi Potensial 2 + Energi Kinetik 2 + Losses
Lalu bagaimana korelasinya?
Marah saya lihat sebagai bentuk energi, bisa berupa energi kinetik bila marah tersebut dapat membawa impact yang membuat seseorang berbuat sesuatu yang baik. Di sisi lain, marah hanya akan menjadi losses bila marah hanya akan membuat situasi menjadi lebih buruk. Dan suasana hati yang emosional dapat dikatakan sebagai energi potensial, potensi utk diubah menjadi energi kinetik dan atau hanya terbuang menjadi losses.
Saya yakin sepenuhnya, setiap manusia dikaruniani kemampuan untuk marah sebagai bentuk ekspresi emosionalnya. Hanya saja setiap orang memiliki perbedaan dalam memanage seberapa besar marah itu menjadi energi positif (energi kinetik) atau terbuang menjadi energi negatif (losses). Banyak contoh yang menunjukkan bagaimana marah dapat menjadi energi positif. bagi penggemar MU, tentu tidak asing dengan karakter keras Sir Alex Ferguson yang terus memarahi pemainnya di kamar ganti bila mereka tidak menjalankan instruksinya. Contoh lain adalah bagaimana Bung Tomo mampu mentransform sisi emosionalnya terhadap bala tentara sekutu menjadi energi kinetik untuk membakar semangat dan menggerakaan arek2 Suroboyo untuk berperang melawan sekutu.
Selanjutnya saya sangat yakin kita pun dianugerahi kemampuan untuk memanage sisi emosional tersebut. Ketika suasana hati kita diliputi emosional yang besar, berusahalah tetap berpikir jernih. Bila memang memungkinkan, hindari untuk mengambil keputusan penting saat hati sedang emosional. Saat saat sepulang kerja,dimana psikis dan fisik sangat lelah, setelah seharian bergelut dengan tugas kantor atau saat pre menstruation syndrome bagi seorang perempuan. Kesalahan dalam berucap, bertingkah laku, atau bercanda, berpotensi mendatangkan persoalan yang lebih buruk.
Pesan saya, untuk diri saya khususnya, mari terus belajar bagaimana mentransform kemarahan sebagai ekspresi emosional menjadi energi kinetik yang dapat membawa manfaat untuk diri sendiri maupun orang-orang di sekeliling kita.
Keep Learning, Keep Growing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar