Selasa, 08 Mei 2012

Kebahagiaan Selalu Bermula Dari Hal Kecil

Tidak ada orang di muka bumi ini yang tidak ingin membahagiakan orang di sekitarnya. Namun kebanyakan orang (termasuk saya) sering berpikir terlalu muluk dan lebih banyak berasumsi bahwa untuk membahagiakan orang perlu ini itu, harus meraih ini itu, harus berbuat ini itu, dan sebagainya.

Kita cenderung berpikir apa yang ingin kita lakukan untuk membahagiakan orang ketimbang mencari apa yang sebenarnya dibutuhkan orang dari kita agar mereka bahagia. Pada akhirnya tidak semua yang kita lakukan bisa membuat orang di sekeliling kita nyaman atau bahagia.

Saya memiliki seorang dosen yang terkenal emosional dan killer. Kebetulan beliau adalah dosen pembimbing saya semasa menyelesaikan Tugas Akhir. Suatu pagi saya mengirim sebuah pesan singkat. Hanya menanyakan kabar yang saya lakukan. Singkat cerita kami pun saling berbalas SMS.

Di kemudian hari saat kami bertemu,  beliau bercerita bahwa pagi itu beliau merasa sangat bahagia. Saking senangnya, beliau bahkan menceritakan saya di depan mahasiswa saat kuliah di siang harinya.Kebahagiaan yang beliau rasakan bukan sekedar karena pesan singkat, namun karena beliau merasa diperhatikan dan diingat meski kini saya bukan lagi mahasiswa bimbingannya.

Saya pun memiliki seorang teman yang selalu membutuhkan kehadiran saya di saat nafsu makannya sedang menurun. Baginya kehadiran saya akan menaikkan selera makan hingga berkali-kali lipat. Seringkali kehadiran kita jauh lebih berarti daripada barang mewah hasil pemberian kita.

Berbicara tentang kehadiran, saya teringat tips dari Jamil Azzaini untuk mengobati orang tua kita yang sedang sakit dan susah makan. Bukan dokter spesialis, atau multivitamin mahal yang dibutuhkan beliau. Tapi kehadiran kita lah yang dirindukan beliau.

Saya memiliki seorang Ibu yang beberapa bulan yang lalu sempat jatuh sakit hingga masuk rumah sakit. Setelahnya, beliau harus senantiasa menjaga pola hidup dan makannya. Singkat cerita, hampir 2 bulan ini saya kembali pulang dan tinggal serumah dengan beliau.

Selama itu pula saya merasakan bahwa produktivitas saya di rumah tidak cukup membanggakan bagi orang tau saya. Aktivitas saya masih berkutat dengan bekerja-istirahat-bekerja. Belum ada aktivitas sosial dan keorganisasian seperti kala masih mahasiswa. Bahkan intensitas menulis saya pun jauh berkurang.

Di tengah keterpurukan itu saya pun meminta maaf kepada Ibu. Selama di rumah saya belum bisa menunjukkan apa-apa. Lalu apa jawaban Ibu saya?

Kira-kira begini jawaban beliau, "Nak, kau masih muda. Semangatmu masih sangat berapi-api. Kau ingin melakukan ini-itu, seolah-olah kau ingin menunjukkan banyak hal. Tapi percayalah, hanya dengan kehadiranmu, sekarang tidur Ibu selalu nyenyak. Hati Ibu selalu tenang bila melihat kau membimbing ketiga adikmu yang masih kecil pergi ke Masjid dan mengaji bersama. Kolesterol Ibu sudah jauh menurun sejak kau tinggal disini".

Sembari menahan haru, saya merasa kehadiran saya sangat berarti. Energi positif dalam jumlah yang sangat besar telah merasuki saya saat itu. Dalam hati saya bertekad untuk terus membahagiakan beliau.

Pada akhirnya, saya menyadari banyak hal-hal kecil yang sering kita lupakan namun bermakna besar bagi orang lain. Sebuah pesan singkat dan perhatian dari kita bisa mengubah mood yang terlanjur jelek mendadak menjadi luar biasa bagus. Kehadiran kita, meski hanya sementara, bisa menaikkan nafsu makan bahkan menurunkan kolesterol.

Ibu dan adik saya Essa Khairunisa Atsani
"Kini, meski saya jauh dari hingar bingar kota besar dan segala fasilitasnya, tinggal di kota terpencil dan memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk berkembang lebih tinggi, 
namun setidaknya saya senang bisa mencium tangan Ibu tiap pagi dan membuatnya lebih bahagia dan sehat".


 
Keep Learning, Keep Growing 

1 komentar: