Bagi saya, ada yang sedikit berbeda di Idul adha tahun ini. Bukan karena pertama kalinya ikut membantu prosesi penyembelihan hewan kurban di Tuban. Tapi ada di "rasa" yang jauh lebih dalam masuk ke hati *doakan mudahan terus meningkat.
Berawal dari aktivitas membacakan buku cerita ke anak sebelum mereka tidur. *thanks to istri tercinta Ummu Azka yang memenuhi rak buku dengan kisah para Nabi. Saya seperti refresh lagi tentang kisah-kisah para Nabi.
Well, dari sekian banyak kisah dan buku yang saya ceritakan ke anak, entah bagaimana kali ini saya banyak terkesan dengan penggalan penggalan kisah Nabi Ibrahim. Tak hanya dari buku yang saya bacakan untuk anak, beberapa rekaman kajian ustadz Khalid B, Ust Adi H, para imam sholat shubuh, dan murabbi, membuat saya makin terbawa jauh ke meresapi kisah beliau. Banyak kisah yang menunjukkan betapa luar biasa sosok beliau, utamanya sebagai ayah.
Penggalan kisah yang sukses membuat saya termenung adalah saat Nabi Ibrahim dikaruniai anak setelah bertahun-tahun menantinya. Atas perintah Allah, Nabi Ibrahim kemudian membawa istrinya, Siti Hajar, serta anaknya yang masih bayi menelusuri perjalanan jauh dari palestine menuju tempat antah berantah yang kelak dikenal sebagai kota Mekkah.
Dalam beberapa riwayat ada yang menyebutkan beliau berjalan kaki, ada juga yang menyebutkan mengendarai onta. Bagi saya keduanya tidak mengurangi kekaguman saya akan ketaatan yang luar biasa seorang hamba terhadap perintah sang khalik.
Kemudian setelah tiba di tempat yang hanya berupa lembah di tengah padang pasir, atas perintah Allah jugalah Nabi Ibrahim kemudian meninggalkan Siti Hajar dan bayi Ismail. Ya ditinggalkan di tempat yang mungkin jika diqiyaskan kondisi saat ini, manusia modern menyebutnya sebagai place of nowhere.
Dialog keduanya selanjutnya sangat menyentuh saya. Saat Siti Hajar diceritakan bertanya kepada Nabi Ibrahim "Apakah kamu rela meninggalkan kami di tempat ini?".
Nabi Ibrahim tidak bergeming.
Kemudian diceritakan Siti Hajar kembali bertanya, "Apakah ini perintah Allah?".
Maka Nabi Ibrahim menjawab, "Ya".
Respon Siti Hajar setelahnya membuat saya sukses tertegun. Saat Siti Hajar membalas, "Kalau begitu, Allah pasti tidak akan menelantarkan kami".
Saat saya membaca dialog ini, ada 2 bocah di samping kanan kiri saya menggelayut manja dan Ibunya di seberangnya. Ini adalah bagian cerita yang sangat menyentuh saya. Dalam sekali.
Betapa kita manusia modern, jikalau dihadapkan pada situasi tersebut belum tentu memiliki kekuatan yang sama untuk meninggalkan istri dan anak di tempat yang jauh dari sinyal HP, tidak ada tanda tanda minimarket, atm, dan fasilitas lainnya, terlebih anak yang ditinggal adalah sosok yang kehadirannya telah dinanti begitu lama. Belum tentu juga kita mampu setegar dan seteguh Siti Hajar dengan keimanan yang luar biasa yakin akan kekuasaan dan kekuatan Allah yang tidak akan menelantarkannya.
Kita manusia modern seringkali merasa menjadi orang yang paling menderita di muka bumi hanya dengan ujian kecil macam anak rewel, pulang telat, dinas jauh ke luar kota, listrik mati, wifi mati, air mati, jaringan selular drop, paket internet habis, AC mati, mobil mogok, dan lain sebagainya.
Kisah selanjutnya saat Nabi Ibrahim kembali datang setelah bertahun-tahun meninggalkan anak dan istrinya, juga sukses membuat saya terkagum kagum. Salah satu episode dimana Nabi Ibrahim yang oleh Allah diingatkan tentang janjinya dulu. Janji yang terucal saat berqurban, jangankan hewan jikalau punya anak dan diperintahkan untuk diqurbankan, dia pun akan menjalankannya.
Pergulatan batin yang begitu keras hingga diabadikan dalam bentuk sunnah berpuasa tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah dan wukuf di Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah, serta berpuasa Arafah bagi yang tidak menunaikan ibadah haji.
Kemudian, dengan iman yang kuatlah beliau mengajak berbicara ihwal mimpi tersebut ke anak yang dicintainya. Ismail pun tanpa ragu merespon agar ayahnya melaksanakan perintah Allah.
Cerita ini tidak akan pernah merasuk sampai ke dalam hati saya, jikalau saya belum memiliki anak. Setelah menjadi bapak, saya dapat merasakan betul betapa hubungan Nabi Ibrahim dan Ismail dibangun diatas pondasi keimanan yang sangat kokoh. Maka sosok selanjutnya yang berperan penting adalah ibunda Siti Hajar yang sukses membesarkan Ismail menjadi pribadi yang sholeh.
Betapa ketidakhadiran Nabi Ibrahim selama bertahun-tahun secara fisik tidak mempengaruhi kualitas hubungan Bapak dan Anak. Hal ini yang kemudian membuat saya berpikir dalam. Kita ini yang dikaruniai nikmat waktu begitu banyak bersama anak, apakah sudah terbangun hubungan Bapak dan Anak fully blended, hingga keimanan keduanya tumbuh dengan baik.
Maka selanjutnya sebagai manusia modern, saya sedikit malu dengan konsepsi quality time. Dimana pada kenyataanya kita memiliki banyak waktu, atau menyempatkan waktu bersama anak, namun sia-sia karena tidak berkualitas momen tersebut. Umumnya karena kehadiran kita tidak mampu masuk ke dalam alam atau frekuensi sang Anak. Di sinilah kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar dalam membesarkan Ismail harus kita teladani.
Alhamdulillah. Dua penggalan kisah Nabi Ibrahim tersebut sukses masuk meresap ke dalam hati saat saya sudah berposisi sebagai bapak. Di sisi lain, saya teringat dengan salah satu bagian dari tulisan Ust.Salim A Fillah dalam buku Lapis Lapis Keberkahan. Diceritakannya surat Al Fatihah sebagai surat pembuka dalam Al Quran. Di dalamnya disebutkannya doa agar kita ditunjukkan jalan yang "lurus", sebagaimana orang orang yang telah diberi nikmat, bukan jalan orang orang yang dimurka oleh Allah.
Maka di surat-surat selanjutnya kita akan menemukan begitu banyak kisah-kisah inspiratif dari para Nabi yang seharusnya menjadi referensi kita dalam menjalani berbagai peran dalam hidup ini. Baik sebagai orang tua, anak, dan atau peran lainnya.
Hingga saat kita sampai pada QS At Tahrim ayat 6, kita akan menemukan perintah yang semestinya menjadi refferensi dalam membentuk sebuah visi dan diturunkan kembali dalam bentuk berbagai misi sebuah keluarga.
Perintah itu berbunyi :
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk terus mengambil begitu banyak pelajaran dalam kisah kisah para Nabi agar tetap masuk ke dalam jalan yang "lurus", sebagaimana orang orang yang telah diberi nikmat oleh Allah.
Wallahu 'alam.
Keep Learning, Keep Growing!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar