Well, inilah gambar untuk narasi bebas malam ini (20/04/15).
Tren te teng..dan di dalam kereta Taksaka Malam, perjalanan dari Kroya menuju Jakarta, lahirlah karya ini (dengan beberapa perubahan).
TERUNTUK ANAKKU UMAR
Usia kandungan Ummimu sudah masuk bulan ke 7 sewaktu kau berulang kali menendang perut Ummimu.Tak sekali dua kali kau tendang perut Ummimu. Seiring bertambahnya usia, intensitasmu menedang Ummi makin tinggi.Abimu hanya bisa nyengir kegirangan, sementara Ummimu meringis kesakitan.
Sebenarnya bola bukanlah hal baru di keluarga besar kita. Kakek buyutmu pernah kehilangan sebagian besar giginya karena bermain bola. See, betapa hebohnya masa muda kakek buyutmu dulu.
Belum lagi Abimu ini nak. Meski tak jago (baca : tidak bisa) menggiring bola dengan baik dan benar, tapi kemampuan Abimu mencetak gol tak boleh dipandang sebelah mata. Soal positioning di depan gawang, Abimu bisa disamakan dengan Filippo Inzaghi.
Saat tim lawan bergerak maju menyerang, Abimu tetap bertahan di garis pertahanan lawan. Hingga waktunya kawan berhasil mencuri bola dan mulai menyerang balik, Abimu menjadi orang pertama yang ada di daerah pertahanan lawan. Selangkah lebih maju kan (Hehe).
Tapi itu cerita dulu, saat Abimu belum menikah. Saat bola memiliki daya tawar untuk berkompromi dengan urusan lain. Sekarang semuanya agak sulit bagi Abi. Bukan karena kemampuan Abimu yang menurun. Bukan karena fisik Abi yang tak seprima dulu. Bukan pula karena berat badan dan lingkar perut yang mulai melebar. Tapi karena kesempatan untuk bermain bola yang makin terbatas.
Di luar sana, banyak orang yang menutupi ketidakmampuannya bermain bola dengan jalan memindahkan impiannya ke anak. Mereka sekolahkan anak-anaknya ke dalam sekolah sepakbola bergengsi. Mereka begitu terobsesinya agar anaknya pandai bermain bola dan menjadi superstar di kemudian hari.
Tapi Abi tidak. Sama sekali tidak nak. Tak perlu kau mahir bermain bola. Tak perlu kau menguasai teknik mengumpan ala David Beckham. Tak perlu kau jago menggiring bola seperti Zinedine Zidane. Tak penting juga kau menendang seperti C. Ronaldo.
Bagi Abi, cukuplah kau suka pada bola. Cukuplah bola menjadi hobi beratmu nak. Supaya Abi punya alasan ke Ummimu untuk kembali bermain bola.
“Mi Ummi, Umar nangis minta ditemenin main bola nih. Kita berdua keluar dulu ya.”
Atau paling tidak,
“Mi, Ummi, malam ini MU main. Abi nemenin Umar nonton ya.”
Keep Writing, Keep Growing!!
Tren te teng..dan di dalam kereta Taksaka Malam, perjalanan dari Kroya menuju Jakarta, lahirlah karya ini (dengan beberapa perubahan).
TERUNTUK ANAKKU UMAR
Usia kandungan Ummimu sudah masuk bulan ke 7 sewaktu kau berulang kali menendang perut Ummimu.Tak sekali dua kali kau tendang perut Ummimu. Seiring bertambahnya usia, intensitasmu menedang Ummi makin tinggi.Abimu hanya bisa nyengir kegirangan, sementara Ummimu meringis kesakitan.
Sebenarnya bola bukanlah hal baru di keluarga besar kita. Kakek buyutmu pernah kehilangan sebagian besar giginya karena bermain bola. See, betapa hebohnya masa muda kakek buyutmu dulu.
Belum lagi Abimu ini nak. Meski tak jago (baca : tidak bisa) menggiring bola dengan baik dan benar, tapi kemampuan Abimu mencetak gol tak boleh dipandang sebelah mata. Soal positioning di depan gawang, Abimu bisa disamakan dengan Filippo Inzaghi.
Saat tim lawan bergerak maju menyerang, Abimu tetap bertahan di garis pertahanan lawan. Hingga waktunya kawan berhasil mencuri bola dan mulai menyerang balik, Abimu menjadi orang pertama yang ada di daerah pertahanan lawan. Selangkah lebih maju kan (Hehe).
Tapi itu cerita dulu, saat Abimu belum menikah. Saat bola memiliki daya tawar untuk berkompromi dengan urusan lain. Sekarang semuanya agak sulit bagi Abi. Bukan karena kemampuan Abimu yang menurun. Bukan karena fisik Abi yang tak seprima dulu. Bukan pula karena berat badan dan lingkar perut yang mulai melebar. Tapi karena kesempatan untuk bermain bola yang makin terbatas.
Di luar sana, banyak orang yang menutupi ketidakmampuannya bermain bola dengan jalan memindahkan impiannya ke anak. Mereka sekolahkan anak-anaknya ke dalam sekolah sepakbola bergengsi. Mereka begitu terobsesinya agar anaknya pandai bermain bola dan menjadi superstar di kemudian hari.
Tapi Abi tidak. Sama sekali tidak nak. Tak perlu kau mahir bermain bola. Tak perlu kau menguasai teknik mengumpan ala David Beckham. Tak perlu kau jago menggiring bola seperti Zinedine Zidane. Tak penting juga kau menendang seperti C. Ronaldo.
Bagi Abi, cukuplah kau suka pada bola. Cukuplah bola menjadi hobi beratmu nak. Supaya Abi punya alasan ke Ummimu untuk kembali bermain bola.
“Mi Ummi, Umar nangis minta ditemenin main bola nih. Kita berdua keluar dulu ya.”
Atau paling tidak,
“Mi, Ummi, malam ini MU main. Abi nemenin Umar nonton ya.”
Keep Writing, Keep Growing!!